Selasa, 30 November 2010

Materi Pendidikan Islam:
Pendidikan Seks dalam Perspektif Hadis

Oleh: Bukhari Umar

Islam begitu gigih menyeimbangkan pertumbuhan manusia sehingga pembentukannya sesuai dengan tabiat yang telah diciptakan Allah dan juga sesuai dengan fithrah yang telah digariskan Allah. Demikianlah bahwa keseimbangan dalam segala hal merupakan salah satu bagian dari karakter Islam yang istimewa.
Dorongan seksual yang telah diciptakan oleh Allah dalam diri manusia menjadi sebab kelangsungan seluruh makhluk hidup, termasuk juga umat manusia. Allah telah menjadikan masa tertentu untuk bisa melakukan hal ini agar manusia bisa meneruskan keturunan. Syara' menamakan masa ini sebagai masa pembebanan (taklif). Jika seorang anak telah memasuki masa ini, ia mempunyai tanggung jawab terhadap segala hal yang dilakukannya.
Agar dorongan seksual pada diri anak bisa berjalan dengan normal tanpa ada pembangkit dari luar yang menyebabkannya menyimpang dari perilaku yang lurus, Islam menjaga anak dan menuntutnya dengan berbagai perintah dan larangan. Hal itu dimaksudkan agar dorongan seksual yang dimilikinya itu bisa terarah secara baik serta bisa tetap seimbang dan bersih tanpa adanya penyimpangan, bersih tanpa noda.
Lalu apa saja pilar-pilar dan kaidah-kaidah yang digariskan Rasulullah di dalam membina dorongan seksual anak? Ini penting untuk dikemukakan agar kedua orangtua bisa mengikuti apa yang telah digariskan oleh Nabi  untuk kemudian menjaga anak mereka dari penyimpangan seksual. Begitu juga agar fitrahnya bisa tetap terpelihara. Pilar-pilar tersebut antara lain adalah memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan, posisi tidur miring ke kanan, tidak menelungkup, membiasakan anak menundukkan pandangan dan memelihara aurat. Sehubungan dengan ini ditemukan beberapa hadis, di antaranya:
1.      Memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan:
عَنْ عبد الله قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.[1] رواه أبو داود
Dari Abdullah, Rasulullah saw. berkata: “Suruhlah anakmu mendirikan salat ketika berumur tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkannya ketika ia berumur sepuluh tahun. (Pada saat itu), pisahkanlah tempat tidur mereka.

Yang berhubungan dengan sub tema ini adalah pada saat itu (umur 10 tahun), pisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan. Mengapa demikian? Menurut Muhammad Suwaid, karena saat itu naluri anak mulai tumbuh. Lalu bagaimana pemisahan anak itu dilakukan? Yang dilakukan adalah jangan sampai dua anak itu tidur dalam satu selimut. Jika keduanya tidur masing-masing dalam satu kasur, atau satu ranjang dengan selimut yang berbeda, tidak mengapa. Namun bila keduanya saling dijauhkan, maka itu lebih baik dan lebih utama.[2]
A1-Allamah Syaikh Waliyullah Ad-Dahlawi berkata, “Perintah pemisahan tempat tidur ini disebabkan karena masa-masa seperti itu merupakan masa-masa pubertas, sehingga jika tidak diatur maka bisa-bisa anak akan melampiaskan nafsu seksualnya. Dengan demikian haruslah jalan kerusakan ini ditutup lebih dini sebelum hal itu terjadi.[3]
Tidur di satu ranjang di bawah satu selimut bisa menyebabkan naluri seksual anak akan tumbuh dengan cepat sehingga bisa menimbulkan berbagai indikasi penyimpangan seksual. Betapa sering hal itu terjadi tanpa disadari oleh kedua orangtua. Hal itu bisa menyebabkan kehancuran anak-anak itu karena kesalahan orangtua mereka yang tidak memperhatikan petunjuk Nabi. . Padahal, beliau tidaklah mengucapkan kata-kata berdasarkan keinginan belaka, melainkan merupakan wahyu yang diturunkan. Beliau menyampaikan perintah kepada kita dengan begitu jelas, “Pisahkanlah!. Orang beriman tentu akan memenuhi perintah ini. Adakah pendidikan Barat maupun Timur memberikan bimbingan yang seelok bimbingan Nabi ini?
2.      Posisi Tidur Miring ke sisi kanan, tidak menelungkup
Sehubungan dengan ini, Rasulullah SAW. bersabda:
عن البراء بن عازب رضي الله عنهما قال: قال لي رسول الله صلى الله عليه و سلم  إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضوْءَكَ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ اْلأَيْمَنِ ....[4] رواه البخارى

Dari al-Barra' bin 'Azib, ia berkata: Rasulullah SAW. berkata kepadaku bila engkau mendatangi tempat tidurmu (mau tidur),maka berwuduklah seperti wuduk untuk salat kemudian tidurlah dengan miring ke sisi kanan.
Dalam hadis di atas, Rasulullah saw. menyuruh sahabat tidur dengan posisi miring ke kanan setelah berwuduk. Apa kaitannya dengan pembinaan seks?
Muhammad Suwaid menjelaskan bahwa meneladani sunnah Rasulullah dalam tidur dengan cara berbaring pada sisi kanan akan menjauhkan anak dari sekian banyak gelombang seksual anak ketika tidur. Nabi menganggap tidur menelungkup sebagai tidurnya setan. Tidur telungkup menyebabkan terjadi banyak gesekan alat kelamin anak, yang akan membangkitkan syahwatnya. Jika kedua orangtua mendapati anaknya tidur dalam kondisi seperti itu, maka mereka harus segera mengubahnya serta menyuruhnya agar tidur miring pada sisi kanan dan jangan sampai tidur telungkup. Di samping itu, tidur telungkup juga bisa menimbulkan banyak penyakit jasmani. Semua dokter, tanpa terkecuali, menasihatkan agar mejauhi tidur telungkup.[5]
3. Membiasakan Anak Menundukkan Pandangan dan Memelihara Aurat
Sehubungan dengan ini, terdapat hadis Rasulullah saw. sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ الْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَتْهُ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ تَسْتَفْتِيهِ فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ الآخَرِ...[6]. رواه أبو داود
Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, “Adalah Al-Fadhl bin Abbas membonceng Nabi SAW lalu datanglah seorang wanita dari Khats’am yang meminta fatwa kepada beliau. A1-Fadhl kemudian memandang perempuan itu dan ia pun memandangnya. Lalu Rasulullah memalingkan wajah Al-Fadhl ke sisi yang lain.
Dalam hadis ini, Rasulullah saw. memalingkan wajah remaja Al-Fadl ibn Abbas yang sedang saling melihat dengan seorang wanita. Beliau melakukan hal itu karena khawatir akan dipengaruhi oleh setan dan menimbulkan nafsu syahwatnya.
Pandangan merupakan jendela bagi anak untuk melihat dunia luar. Apa saja yang dilihat oleh kedua matanya akan terpatri di dalam benak,  jiwa dan ingatannya dengan cepat. Jika ia dibiasakan untuk menundukkan dan menjaga pandangannya dari aurat, disertai dengan adanya rasa selalu diawasi oleh Allah, hal itu akan me1ahirkan kemanisan iman yang bisa dirasakan oleh anak.[7]
Menundukkan pandangan terhadap aurat pasangan jenis merupakan pengamalan dari perintah Allah antara lain dalam Alquran Surat Al-Nur/24: 30-31:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (30). Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Berdasarkan ayat dan hadis di atas, seyogianya orangtua dan guru selalu mengingatkan kepada putra/putri dan murid-murid mereka agar senantiasa menjaga pandangan mata terhadap aurat pasangan yang bukan muhrim. Bersamaan dengan itu, perlu sekali diingatkan agar mereka senantiasa menutup aurat agar orang lain tidak terpancing untuk melihat yang tidak halal.



[1]Abu Daud, Op.cit., Juz 1, h. 133
[2]Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi Saw. Panduan Lengkap Pendidikan Anak Disertai Teladan Kehidupan Para Salaf, Judul Asli "Manhaj al-Tarbiyyah al-Nabawiyyah li al-Thifl", Terjemahan Salafuddin Abu Sayyid,  (Solo: Pustaka Arafah, 2004), cet. ke-2, h. 378
[3]Syah Waliyullah Ad-Dahlawi, Hujjatullah Al-Bâlighah, 1/186.
[4] Al-Bukhariy,  Op.cit., Juz 4, h. 2546
[5] Muhammad Suwaid, Op.cit., h. 379
[6] Abu Daud, Juz 2, h.161. Hadis yg semakna juga diriwayatkan oleh Bukhari dan Tirmizi
[7] Muhammad Suwaid, Op.cit., h. 374

Tidak ada komentar:

Posting Komentar