Minggu, 29 Juli 2012

Lembaga Pendidikan Islam dalam Sisdiknas

Oleh: Bukhari Umar



       Semua aktivitas pendidikan berlangsung dan dilaksanakan dalam lembaga (badan) pendidikan. Lembaga pendidikan adalah organisasi atau kelompok manusia, yang karena satu dan lain hal memikul tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan. Badan ini bertugas memberi pendidikan kepada si terdidik, sesuai dengan badan tersebut (Marimba, 1986: 57).

Sidi Gazalba (1970: 26) menulis bahwa lembaga yang berkewajiban melaksanakan pendidikan Islam itu adalah: (1) Rumah tangga yaitu pendidikan primer untuk fase bayi dan fase kanak-kanak sampai usia sekolah. Pendidiknya adalah orang tua, sanak kerabat, famili, saudara-saudara, teman sepermainan dan kenalan pergaulan; (2) Sekolah yaitu pendidikan sekunder yang mendidik anak mulai dari usia masuk sekolah sampai ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidiknya adalah guru yang professional; (3) Kesatuan sosial yaitu pendidikan tertier yang merupakan pendidikan terakhir tetapi bersifat permanen. Pendidiknya adalah kebudayaan, adat istiadat dan suasana masyarakat setempat.

Pendapat yang senada dikemukakan oleh Zuhairini (1992: 177). Menurutnya, pada garis besarnya lembaga-lembaga pendidikan Islam itu dapat dibedakan kepada tiga macam, yaitu: keluarga, sekolah dan masyarakat.

Dalam Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (10) ditegaskan bahwa lembaga pendidikan itu dikelompokkan ke dalam tiga jalur, yaitu: jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

Saat ini, lembaga pendidikan Islam sudah banyak, baik yang berada di jalur formal, informal, maupun non formal. Di jalur formal, ada Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah dan Perguruan Tinggi Islam dengan berbagai stratanya. Di jalur non formal, ada Raudatul Athfal (RA), Taman Pendidikan Alquran (TPA), Taman Pendidikan Senibaca Alquran (TPSA), Didikan Subuh (DDS), Pondok Pesentren, majlis Taklim dengan berbagai variasinya, Remaja Mesjid dan sebagainya.

Dalam Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah; (2) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. (Pasal 17 ayat (1 dan 2) Dalam pasal ini, kedudukan MI disamakan dengan SD dan MTs disamakan dengan SMP.

Dalam pasal 18 dinyatakan bahwa pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat (Pasal 18 ayat (3). Dasal pasal ini, kedudukan madrasah aliyah disamakan dengan SMA.


Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis Pasal 26 ayat (4). Dalam bagian ini, kedudukan majlis taklim juga diakui sebagai lembaga pendidikan. Pengakun ini tentu berkonsekuensi logis dengan memberikan fasilitas, bantuan dana dan perlindungan kepada lembaga pendidikan Islam yang nonformal.

Mengenai pendidikan keagamaan dikemukakan dalam pasal 30. (1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan; (2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama, (3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal dan (4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.

Dalam mengimplementasikan pasal ini, pemerintah bukan hanya melindungi pendidikan keagamaan, melainkan lebih daripada itu menyelenggarakan pendidikan keagamaan. Bagi umat Islam, pendidikan keagamaan itu adalah pendidikan yang diselenggarakan dalam institusi pendidikan Islam. Terkait dengan penyelenggaraan, pemerintah berkewajiban mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam proses pendidikan keagamaan Islam. Selain lembaga pendidikan formal, pendidikan keagamaan Islam nonformal seperti diniyah, pesantren dan majlis taklim perlu dibina dan dikembangkan oleh pemerintah.

Dari paragraph-paragraf di atas dipahami bahwa lembaga-lembaga pendidikan Islam, baik yang formal maupun nonformal memiliki kedudukan yang kokoh dalam Sistem Pendidikan Nasional. Dengan demikian, tidak ada pihak yang, karena alasan rasionalitas, efisiensi apalagi tidak senang, dapat menghalangi pelaksanaan pendidikan Islam. Apabila ada upaya pihak-pihak tertentu untuk mempersulit apalagi menghambat proses pendidikan Islam, itu berarti aksi yang tidak simpatik dengan undang-undang Sistem Pendidikan Nasional sekaligus termasuk tindakan melawan pemerintah.


Daftar Bacaan:
Gazalba, Sidi (1970), Pendidikan Umat Islam, Masalah terbesar Kurun Kini Menentukan Nasib Umat, Jakarta: Bhatara
Marimba, A.Daeng (1986), Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT Al-Maarif
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Zuhairini (1992), Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara