Minggu, 29 Juli 2012

Lembaga Pendidikan Islam dalam Sisdiknas

Oleh: Bukhari Umar



       Semua aktivitas pendidikan berlangsung dan dilaksanakan dalam lembaga (badan) pendidikan. Lembaga pendidikan adalah organisasi atau kelompok manusia, yang karena satu dan lain hal memikul tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan. Badan ini bertugas memberi pendidikan kepada si terdidik, sesuai dengan badan tersebut (Marimba, 1986: 57).

Sidi Gazalba (1970: 26) menulis bahwa lembaga yang berkewajiban melaksanakan pendidikan Islam itu adalah: (1) Rumah tangga yaitu pendidikan primer untuk fase bayi dan fase kanak-kanak sampai usia sekolah. Pendidiknya adalah orang tua, sanak kerabat, famili, saudara-saudara, teman sepermainan dan kenalan pergaulan; (2) Sekolah yaitu pendidikan sekunder yang mendidik anak mulai dari usia masuk sekolah sampai ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidiknya adalah guru yang professional; (3) Kesatuan sosial yaitu pendidikan tertier yang merupakan pendidikan terakhir tetapi bersifat permanen. Pendidiknya adalah kebudayaan, adat istiadat dan suasana masyarakat setempat.

Pendapat yang senada dikemukakan oleh Zuhairini (1992: 177). Menurutnya, pada garis besarnya lembaga-lembaga pendidikan Islam itu dapat dibedakan kepada tiga macam, yaitu: keluarga, sekolah dan masyarakat.

Dalam Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (10) ditegaskan bahwa lembaga pendidikan itu dikelompokkan ke dalam tiga jalur, yaitu: jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

Saat ini, lembaga pendidikan Islam sudah banyak, baik yang berada di jalur formal, informal, maupun non formal. Di jalur formal, ada Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah dan Perguruan Tinggi Islam dengan berbagai stratanya. Di jalur non formal, ada Raudatul Athfal (RA), Taman Pendidikan Alquran (TPA), Taman Pendidikan Senibaca Alquran (TPSA), Didikan Subuh (DDS), Pondok Pesentren, majlis Taklim dengan berbagai variasinya, Remaja Mesjid dan sebagainya.

Dalam Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah; (2) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. (Pasal 17 ayat (1 dan 2) Dalam pasal ini, kedudukan MI disamakan dengan SD dan MTs disamakan dengan SMP.

Dalam pasal 18 dinyatakan bahwa pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat (Pasal 18 ayat (3). Dasal pasal ini, kedudukan madrasah aliyah disamakan dengan SMA.


Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis Pasal 26 ayat (4). Dalam bagian ini, kedudukan majlis taklim juga diakui sebagai lembaga pendidikan. Pengakun ini tentu berkonsekuensi logis dengan memberikan fasilitas, bantuan dana dan perlindungan kepada lembaga pendidikan Islam yang nonformal.

Mengenai pendidikan keagamaan dikemukakan dalam pasal 30. (1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan; (2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama, (3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal dan (4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.

Dalam mengimplementasikan pasal ini, pemerintah bukan hanya melindungi pendidikan keagamaan, melainkan lebih daripada itu menyelenggarakan pendidikan keagamaan. Bagi umat Islam, pendidikan keagamaan itu adalah pendidikan yang diselenggarakan dalam institusi pendidikan Islam. Terkait dengan penyelenggaraan, pemerintah berkewajiban mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam proses pendidikan keagamaan Islam. Selain lembaga pendidikan formal, pendidikan keagamaan Islam nonformal seperti diniyah, pesantren dan majlis taklim perlu dibina dan dikembangkan oleh pemerintah.

Dari paragraph-paragraf di atas dipahami bahwa lembaga-lembaga pendidikan Islam, baik yang formal maupun nonformal memiliki kedudukan yang kokoh dalam Sistem Pendidikan Nasional. Dengan demikian, tidak ada pihak yang, karena alasan rasionalitas, efisiensi apalagi tidak senang, dapat menghalangi pelaksanaan pendidikan Islam. Apabila ada upaya pihak-pihak tertentu untuk mempersulit apalagi menghambat proses pendidikan Islam, itu berarti aksi yang tidak simpatik dengan undang-undang Sistem Pendidikan Nasional sekaligus termasuk tindakan melawan pemerintah.


Daftar Bacaan:
Gazalba, Sidi (1970), Pendidikan Umat Islam, Masalah terbesar Kurun Kini Menentukan Nasib Umat, Jakarta: Bhatara
Marimba, A.Daeng (1986), Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT Al-Maarif
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Zuhairini (1992), Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara

Rabu, 25 Juli 2012

Guru: Beberapa Istilah dan Batasannya

Oleh: Bukhari Umar

         Sehubungan dengan guru, ada beberapa istilah yang mempunyai pengertian yang sejalan. Istilah-istilah itu adalah ustaz, mudarris, mu'allim, murabbi, muaddib, dan muballigh.        

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005, pasal 1 (1).


Dalam bahasa Arab dijumpai kata ustadz yang berarti teacher (guru) atau professor (gelar akademik = guru besar), muddaris yang berarti teacher (guru) atau instructor (pelatih) dan lecturer (dosen), muallim yang juga berarti teacher (guru) atau instructor (pelatih), serta trainer (pemandu) dan juga kata mu’adib yang berarti educator (pendidik). (Wehr: 1974, 15)

Kata “murabbi” sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani. Sedangkan untuk istilah “muallim”, pada umumnya dipakai dalam pembicaraan aktivitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan dari seseorang yang tahu kepada seorang yang tidak tahu. Adapun istilah ”muadib”, menurut Al-Attas lebih luas dari istilah “muallim” dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam (Attas, 1984: 5)

Pengertian mu’allim mengandung arti konsekuensi bahwa pendidik harus mu’allimun yakni menguasai ilmu, memiliki kreatifitas dan komitmen yang tinggi dalam mengembangkan ilmu. Sedangkan konsep ta’dib mencakup pengertian integrasi antara ilmu dengan amal sekali gus, karena apabila dimensi amal hilang dalam kehidupan seorang pendidik, maka citra dan esensi pendidikan islam itu akan hilang. Kata-kata di atas secara keseluruhan mengacu kepada orang yang memberikan pengetahuan, ketrampilan atau pengalaman kepada orang lain.

Berdasarkan ruang gerak dan lingkungan di mana ilmu atau ketrampilan itu diberikan, sering dibedakan pengistilahannya, untuk di sekolah disebut teacher, di perguruan tinggi disebut lecturer atau professor, di rumah-rumah pribadi disebut tutor atau privat teacher, sedang di tempat pelatihan disebut instructor atau trainer dan di lembaga-lembaga pendidikan yang mengajarkan agama disebut educator.


Daftar Bacaan:
Himpunan Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Guru dan Dosen, Bandung: Fokusmedia, 2009
Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, Bairut : Librarie du Liban, London : Mac. Donald dan Evans, Ltd., 1974 Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam, Bandung : Mizan, 1984

Pendidik: Beberapa Istilah dan Batasannya

          Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 1 (6).

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005, pasal 1 (1).

Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005, pasal 1 (2).

Konselor adalah seorang yang mempunyai keahlian dalam melakukan konseling. Berlatar belakang pendidikan minimal sarjana strata 1 (S1) dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB), Bimbingan Konseling (BK), atau Bimbingan Penyuluhan (BP). Mempunyai organisasi profesi bernama Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN). Melalui proses sertifikasi, asosiasi ini memberikan lisensi bagi para konselor tertentu sebagai tanda bahwa yang bersangkutan berwenang menyelenggarakan konseling dan pelatihan bagi masyarakat umum secara resmi. Konselor bergerak terutama dalam konseling di bidang pendidikan, tapi juga merambah pada bidang industri dan organisasi, penanganan korban bencana, dan konseling secara umum di masyarakat. Khusus bagi konselor pendidikan yang bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan (sering disebut Guru BP/BK atau Guru Pembimbing), ia tidak diwajibkan mempunyai sertifikat terlebih dulu.

Pamong belajar adalah pendidik dengan tugas utama melakukan kegiatan belajar mengajar, pengkajian program, dan pengembangan model pendidikan nonformal dan informal (PNFI) pada unit pelaksana teknis (UPT) /unit pelaksana teknis daerah (UPTD) dan satuan PNFI. Pamong belajar merupakan jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh seseorang yang telah berstatus sebagai pegawai negeri sipil. Pamong belajar pun diharapkan bisa melaksanakan kegiatan pengembangan profesi. Namun dalam pelaksanaannya, tupoksi pamong belajar itu berbeda sesuai dengan posisi dimana pamong belajar berada. Ada pamong belajar yang bergelut di instansi yang bernama P2PNFI, juga ada yang berkutat di BPPNFI atau BPKB maupun SKB. Namun, nama-nama lembaga itu bisa berbeda di masing - masing daerah, sesuai dengan selera penguasa otoda dalam menamai lembaga pemerintah yang bergerak di bidang pendidikan nonformal (PNF kini berganti nama jadi PAUDNI, pendidikan anak usia dini, nonformal dan informal). Tupoksi yang kontroversial itu adalah dalam hal melakukan kegiatan belajar mengajar (KBM) dan pengembangan model. (Permenpan dan RB nomor 15 tahun 2012)

Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada lembaga pendidikan dan pelatihan (diklat) pemerintah. (Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Diklat PNS Pasal 1 (9).

Tutor berarti tenaga yang berasal dari masyarakat yang bertugas dalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi proses pembelajaran pada pendidikan non formal, memiliki kompetensi dan menjadi pendidik pada kelompok-kelompok belajar atau tenaga honor yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang untuk membimbing kegiatan pendidikan non formal dengan berbagai spesialisasi (Pedoman tutor inti, Kemdiknas.2010).

Fasilitator adalah mereka yang ditugasi untuk melakukan fasilitasi dalam proses pembelajaran. Sebutan fasilitator biasanya digunakan dalam proses pembelajaran orang dewasa, dan metoda yang dipakai dalam proses ini adalah metoda andragogi. Metoda ini dirancang mengacu pada pendidikan orang dewasa, suatu model pendidikan yang mengutamakan penggalian, pendalaman, pengembangan, pegejawantahan pengalaman dan potensi individu secara optimal. http://siswoyo22.wordpress.com/2008/09/14/bagaimana-menjadi-fasilitator-yang-baik/

Fasilitator adalah orang yang memberikan bantuan dalam memperlancar proses komunikasi sekelompok orang, sehingga mereka dapat memahami atau memecahkan masalah bersama-sama. Fasilitator bukanlah seseorang yang bertugas hanya memberikan pelatihan, bimbingan nasihat atau pendapat. Fasilitator harus menjadi nara sumber yang baik untuk berbagai permasalahan. http://indosdm.com/fasilitator-peranan-fungsi-dan-teknik-komunikasi Selain untuk mendapatkan informasi, kita juga dapat memperoleh peluang usaha yang menguntungkan di internet. Peluang ini tidak boleh kita abaikan karena sambil browsing dan facebookan, kita bisa mendapatkan uang. Penjelasannya dapat dilihat di SINI.

Daftar Bacaan:
Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Fokusmedia, 2009
Himpunan Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Guru dan Dosen, Bandung: Fokusmedia, 2009
Permenpan dan RB nomor 15 tahun 2012
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Diklat PNS Pedoman tutor inti, Kemdiknas.2010 http://siswoyo22.wordpress.com/2008/09/14/bagaimana-menjadi-fasilitator-yang-baik/
http://indosdm.com/fasilitator-peranan-fungsi-dan-teknik-komunikasi

Selasa, 24 Juli 2012

Kompetensi Guru

Oleh: Bukhari Umar
             Untuk menjadi pendidik yang professional tidaklah mudah karena ia harus memiliki berbagai kompetensi-kompetensi keguruan. Kompetensi dasar (basic competency) bagi pendidik ditentukan oleh tingkat kepekaannya dari bobot potensi dasar dan kecenderungan yang dimilikinya. Hal tersebut karena potensi itu merupakan tempat dan bahan untuk memproses semua pandangan sebagai bahan untuk menjawab semua rangsangan yang datang darinya. Potensi dasar ini adalah milik individu sebagai hasil dari proses yang tumbuh karena adanya anugerah dan inayah dari Allah SWT, personafikasi ibu waktu mengandung dan situasi yang mempengaruhinya dan faktor keturunannya. Hal inilah yang digunakan sebagai pijakan bagi individu dalam menjalankan fungsinya sebagai hamba dan khalifah Allah.

W. Robert Houston mendefinisikan kompetensi dengan "competence ordinarily is defined as adequacy for a task or as possessi on of require knowledge, skill, an abilities" (suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang). Definisi ini mengandung arti bahwa calon pendidik perlu mempersiapkan diri untuk menguasai sejumlah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan khusus yang terkait dengan profesi keguruannya, agar ia dapat menjalankan tugasnya dengan baik, serta dapat memenuhi keinginan dan harapan peserta didiknya (Rostiyah NK, 1982: 12). 


Dalam melaksanakan pendidikan Islam, kita dapat berasumsi setiap umat Islam wajib mendakwakan ajaran agamanya. Hal itu dapat kita pahami dari firman Allah SWT dalam QS. An-Nahl: 125, As-Syura': 15, Ali Imran: 104, As-Syar: 1-3, dan Hadis Nabi SAW, "Sampaikan ajaran dariku walaupun hanya sepatah kata (seayat)" (HR. Bukhari).


Berdasarkan ayat-ayat dan Hadis tersebut dapat dipahami bahwa siapapun dapat menjadi pendidik dalam pendidikan Islam, dengan catatan ia memiliki pengetahuan dan kemampuan lebih. Di samping itu, ia mampu mengimplementasikan nilai-nilai yang diajarkan, sebagai penganut Islam yang patut dicontoh dalam ajaran Islam dan bersedia menularkan pengetahuan dan nilai Islam pada pihak yang lain. Namun demikian, untuk menjadi pendidik Islam yang profesional masih diperlukan persyaratan yang lebih dari itu.


Untuk mengenal posisi profesional pendidik, ada baiknya kita lihat stratifikasi tenaga kerja. Secara sederhana, tenaga kerja dapat distratifikasikan ke dalam empat macam, yaitu pekerja terampil, teknisi terampil, teknisi ahli/profesional, dan elit profesional. Pekerja terampil disiapkan untuk terampil melaksanakan tugas yang sifatnya operasional dan tidak banyak membutuhkan pemikiran, karena sifatnya teknis mekanistik. Teknisi terampil memiliki pengetahuan dasar teori, sehingga sedikit banyak memiliki wawasan dasar dari pelaksanaan tugasnya. Teknisi ahli/profesional mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan alternatif atau putusan yang dipilih, sedangkan elit profesional memiliki kemampuan lebih dari teknisi ahli.


Dari uraian tersebut di atas, dipahami bahwa pendidik Islam yang profesional harus memiliki kompetensi-kompentensi yang lengkap, meliputi: (1). Penguasaan materi al-Islam yang komprehensif serta wawasan dan bahan pengayaan, terutama pada bidang-bidang yang menjadi tugasnya; (2). Penguasaan strategi (mencakup pendekatan, metode, dan teknik) pendidikan Islam, termasuk kemampuan evaluasinya; (3). Penguasaan ilmu dan wawasan kependidikan; (4). Memahami prinsip-prinsip dalam menafsirkan hasil penelitian pendidikan, guna keperluan pengembangan pendidikan Islam masa depan; (5). Memiliki kepekaan terhadap informasi secara langsung atau tidak langsung yang mendukung kepentingan tugasnya.


Untuk mewujudkan pendidik yang professional, kita dapat mengacu pada tuntunan Nabi SAW karena beliau satu-satunya pendidik yang paling berhasil dalam rentang waktu yang begitu singkat, sehingga diharapkan dapat mendekatkan realitas (pendidik) dengan ideal (Nabi SAW). Keberhasilan Nabi SAW sebagai pendidik didahului oleh bekal kepribadian (personality) yang berkualitas unggul, kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial religius serta semangat dan ketajamannya dalam iqra' bi ismi rabbik (membaca, menganalisis, meneliti, dan mengeksperimentasi terhadap berbagai fenomena kehidupan dengan menyebut nama Tuhan). Kemudian beliau mampu mempertahankan dan mengembangkan kualitas iman, amal saleh, berjuang, dan bekerja sama menegakkan kebenaran (QS Al-Ashr, Al-Kahf: 20), mampu bekerja sama dalam kesabaran (QS Al-Asher: 3, Al-Ahqaf: 35, Ali Imran: 200).

Berdasarkan paparan di atas, dapat diformulasikan asumsi yang melandasi keberhasilan pendidik adalah pendidik akan berhasil menjalankan tugasnya apabila mempunya kompentensi-kompetensi sebagai berikut:
1. kompentensi Personal-Religius
Kemampuan menyangkut kepribadian agamis, artinya pada dirinya melekat nilai-nilai lebih yang hendak ditransinternalisasikan kepada peserta didiknya. Misalnya nilai kejujuran, amanah, keadilan, kecerdasan, tanggung jawab, musyawarah, kebersihan, keindahan, kedisiplinan, ketertiban dan sebagainya. Nilai tersebut perlu dimiliki pendidik sehingga akan terjadi transinternalisasi (pemindahan penghayatan nilai-nilai) antara pendidik dan peserta didik, baik langsung maupun tidak langsung, atau setidak-tidaknya terjadi transaksi (alih tindakan) antara keduanya.

2. kompentensi Sosial-Religius
Kemampuan menyangkut kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial selaras dengan ajaran dakwah Islam. Sikap gotong royong, tolong menolong, egalitarian (persamaan derajat antara manusia), sikap toleransi, dan sebagainya juga perlu dimiliki oleh pendidik muslim dalam rangka transinternalisasi sosial atau transaksi sosial antara pendidik dan peserta-peserta didik.

3. kompentensi Profesional-Religius
Kemampuan ini menyangkut kemampuan untuk menjalankan tugas keguruannya secara professional, dalam arti mampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus serta mampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus serta mampu mempertanggungjawabkan berdasarkan teori dan wawasan keahliannya dalam perspektif Islam. Selain itu dalam versi lain, kompetensi pendidik dapat dijabarkan dalam beberapa kompetensi sebagai berikut:
(1). Menguasai keseluruhan materi yang disampaikan pada peserta didiknya sehingga ia harus belajar dan mencari informasi tentang materi yang diajarkan.
(2). Mempunyai kemampuan menganalisis materi yang diajarkan dan menghubungkannya dengan konteks komponen-komponen lain secara keseluruhan melalui pola yang diberikan Islam tentang bagaimana cara berpikir dan cara hidup yang perlu dikembangkan melalui proses edukasi.
(3). Mengamalkan terlebih dahulu informasi yang telah didapat sebelum disajikan pada peserta didiknya (QS. As-Shaf: 2-3).
(4). Mengevaluasi proses dan hasil pendidikan yang sedang dan sudah dilaksanakan (QS. Al-Baqarah: 31).
(5). Memberi hadiah dan hukuman sesuai dengan usaha dan upaya yang dicapai peserta didik dalam rangka memberikan persuasi dan motivasi dalam proses belajar (QS. Al-Baqarah: 119).

Kompetensi guru adalah kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran. Sebagai agen pembelajaran maka guru dituntut untuk kreatif dalam mnenyiapkan metode dan strategi yang cocok untuk kondisi anak didiknya, memilih dan menetukan sebuah metode pembelajaran yang sesuai dengan indikator pembahasan. Dengan sertifikasi dan predikat guru profesional yang disandangnya, maka guru harus introspeksi diri apakah saya sudah mengajar sesuai dengan cara-cara seorang guru profesional. Sebab disadarai atau tidak banyak diantara kita para pendidik belum bisa menjadi guru yang profesional sebagai mana yang diharapkan dengan adanya sertifikasi guru sampai saat ini.

Di Indonesia hari ini, masalah kompetensi pendidik terutama guru selalu dikembangkan. Dalam kebijakan terakhir yaitu Peraturan Pemerintah No 74/2008 Tentang Guru, bab II, pasal 2 ditegaskan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Uraian tentang kompetensi dimaksud adalah : Kompetensi Guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesi yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi guru itu bersifat holistik.

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; b. pemahaman terhadap peserta didik; c. pengembangan kurikulum atau silabus; d. perancangan pembelajaran; e. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; f. pemanfaatan teknologi pembelajaran; g. evaluasi hasil belajar; dan h.pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang: (a). beriman dan bertakwa; (b). berakhlak mulia; (c). arif dan bijaksana; (d). demokratis; (e). mantap; (f). berwibawa; (g). stabil; (h). dewasa; (i). jujur; (j). sportif; (k). menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; )l). secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan (m). mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk: a. berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun; b. menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; c. bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependi-dikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik; d.bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan sistem nilai yang berlaku; dan e. menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampu yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan: a. materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan b. konsep serta metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

Kompetensi pendidik yang tidak kalah pentingnya adalah memberikan uswah hasanah dan meningkatkan kualitas dan profesionalitasnya yang mengacu pada masa depan tanpa melupakan peningkatan kesejahteraan, misalnya gaji, pangkat, kesehatan, perumahan, sehingga pendidik benar-benar berkemampuan tinggi dalam transfer of heart, transfer of head dan transfer of hand kepada peserta didik dan lingkungannya.

Selain untuk mendapatkan informasi, kita juga dapat memperoleh peluang usaha yang menguntungkan di internet. Peluang ini tidak boleh kita abaikan karena sambil browsing dan facebookan, kita bisa mendapatkan uang. Penjelasannya dapat dilihat di SINI dan untuk mahasiswa/orang yang tidak memiliki modal uang klik di SINI.

Daftar Bacaan:

Rostiyah, N.K, (1982). Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Jakarta : Bina Aksara. Soelaiman Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Al-Bukhariy, Abi ‘Abdillah Muhammad ibn Ismā’īl, Shahīh al-Bukhāriy, Juz IV, Indonesia: Dahlan, t.th.
bukhari Umar

Senin, 23 Juli 2012

Menuju Kehidupan Yang Lebih Baik


Oleh: Bukhari Umar
Sahabat yang budiman ! 
         Uang memang bukan segalanya. Kita tidak boleh menuhankan uang. Kita jangan mengukur kualitas sesuatu itu hanya dengan uang. Kita jangan sampai stres karena uang. Akan tetapi, tidak dapat disangkal bahwa segala sesuatu dalam hidup ini membutuhkan uang
Berbagai aspek kehidupan kita membutuhkan uang. Mulai dari kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat sampai dan apalagi negara membutuhkan uang. Dari kehidupan pribadi dapat kita rasakan bahwa untuk mempertahankan eksistensi kehidupan ini kita sangat membutuhkan uang Untuk pergi ke mana saja, kita perlu uang. Bahkan di tempat-tempat tertentu, untuk buang air kecil saja, kita memerlukan uang. Apalagi untuk memenuhi kebutuhan makan, minum, pakaian dan lain sebagainya. Semuanya minta uang. 

Dapatkah sahabat bayangkan kalau kita tidak punya uang sedikit pun? Bagaimana kehidupan kita? Tidak terhormat, bukan? Bila menanjak sedikit lagi, kita ingin membangun kehidupan keluarga. Mulai dari persiapan sampai hari H pernikahan dan walimatul'ursy-nya kita membutuhkan banyak uang. Sulit dibayangkan seseorang dapat melakukan akad pernikahan apalagi walimahnya tanpa uang.

Masalah itu terus belanjut ketika dikaruniai seorang anak. Kebutuhan akan meningkat lagi. Kebutuhan sang bayi yang diidam-idamkan itu tidak dapat ditunda. Orang tua kasak-kusuk dalam menyediakan uang untuk keperluan bayinya. Begitu seterusnya bila anak masuk sekolah. Sesuatu yang bernama uang sangat kita butuhkan. Kehidupan beragama pun membutuhkan uang. Untuk shalat, kita perlu pakaian yang suci. Agar kesucian pakaian dapat terjaga kita perlu beberapa lembar pakaian agar dapat diganti-ganti. Tempat shalat perlu bersih, indah dan nyaman. Untuk itu, kita membangun masjid. Pembangunan masjid membutuhkan uang yang tidak sedikit. Bagaimana membangun masjid bila kita tidak mempunyai uang? 

Masih ada lagi rukun Islam yang harus kita upayakan melaksanakannya, yaitu berzakat dan menunaikan ibadah haji. Keduanya tidak bisa kita laksanakan tanpa uang. Kendatipun saat ini belum, tetapi pasti kita sangat merindukan pergi ke tanah haram untuk menunaikan ibadah haji dan atau umrah kendatipun biayanya sangat besar. Selain itu semua, para sahabat yang budiman, banyak perintah Allah dalam Alquran dan anjuran Rasul dalam hadis yang untuk melaksanakannya kita membutuhkan uang. Allah dalam banyak ayat memerintahkan agar kita berjihad di jalan Allah dengan harta (al-amwal) dan diri (al-anfus). Harta disebut lebih dulu dari diri. Ini sebagai petanda bahwa berjihad dengan harta itu lebih efektif daripada diri (terutama tenaga fisik). Allah menyuruh kita menyantuni anak yatim, membantu fakir miskin, membangun lembaga pendidikan, dan sarana-sarana sosial lainnya. 

Kesimpulannya kita harus mempunyai uang. Untuk dapat memiliki uang, kita tentu harus berusaha sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Ada orang yang mencari uang dengan cara berdagang, bertani, bekerja sebagai pegawai negeri, menjadi buruh dan sebagainya. Sialahkan pilih! Pekerjaan berdagang membutuhkan uang sebagai modal. Namun bila seseorang mau, ia dapat berdagang dengan modal orang lain (kerja sama, jual tenaga). Itu tidak masalah yang penting halal.
Perlu diingat bahwa uang bukan tujuan hidup melainkan sarana. Bila dapat uang, jangan lupa bersyukur kepada Allah dan melaksanakan kewajiban kita tentang uang seperti yang dikemukakan di atas.

Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Oleh: Bukhari Umar
 Sehubungan dengan pelak-sanaan pendidikan terdapat istilah pendidik dan tenaga kependidikan. Kedua istilah ini menunjuk kepada dua bidang tugas yang berbeda tetapi memiliki keterkaitan yang sangat erat dalam melaksanakan proses pendidikan.  Berikut ini dikemukakan pengertian kedua istilah tersebut.

1.      Pendidik
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, sertaberpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.  (UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 (BAB 1  Ketentuan umum).
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. (UU No.20 Tahun 2003, Ps. 39 (2).
Pendidik adalah orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik. (Hasbullah, 2005: 17). Dwi Nugroho Hidayanto, menginventarisasi bahwa pengertian pendidik meliputi: orang dewasa, orang tua, guru, pemimpin masyarakat, dan pemimpin agama, (Hidayanto, 1988: 43).
 

Beberapa karakteristik pendidik, antara lain :
1. Kematangan diri yang stabil; memahami diri sendiri, mencintai diri secara wajar dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan serta bertindak sesuai dengan nilai-nilai itu, sehingga ia bertanggung jawab sendiri atas hidupnya, tidak menggantungkan diri atau menjadi beban orang lain.
2. Kematangan sosial yang stabil; dalam hal ini seorang pendidik dituntut mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masyarakatnya, dan mempunyai kecakapan membina kerja sama dengan orang lain.
3. Kematangan profesional (kemampuan mendidik); yakni menaruh perhatian dan sikap cinta terhadap anak didik serta mempunyai pengetahuan yang cukup tentang latar belakang anak didik dan perkembangannya, memiliki kecakapan dalam menggunakan cara-cara mendidik ((Tanlain,dkk., 1989: 30)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Ps. 1 (1), disebutkan bahwa  guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. (Ps. 1 (4).
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana, atau program diploma empat. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
Menurut Ali Nugroho (2008), kriteria kualitas guru yang dibutuhkan dalam pendidikan adalah: (a). Guru sebagai perencana, (b). Guru sebagai inisiator, (c). Guru sebagai motivator, (d). Guru sebagai observer, (e). Guru sebagai motivator, (f). Guru sebagai antisifator, (g). Guru sebagai model, (h). Guru sebagai evaluator, (i). Guru sebagai teman bereksplorasi bersama anak didik, (j). Promotor agar anak menjadi pembelajar sejati.

2. Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. (UU No. 20  Ketentuan umum) tahun 2003 psl 1, BAB 1.  Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. (UU No.20 Tahun 2003, Ps. 39 (1)).



Daftar Bacaan:
Hasbullah. Dasar Ilmu Pendidikan. 2005. Jakarta. Penerbit: PT RajaGrasindo Persada
Nugroho, Ali, (2008). Pengembangan Pembelajaran Sains Pada Anak Usia Dini. Penerbit: Jilsi Foundation.
Wens Tanlain, dkk. (1989), Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Gramedia
Barnadib,Sutari Imam (1987), Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Yogyakarta: FIP IKIP
Suwarno (1992), Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta: Pt Rineka Cipta, Cet.Ke4