Rabu, 18 Juli 2012

Pendidikan Islam: Pengertian Tarbiyah, Ta'lim dan Ta'dib


Oleh: Bukhari Umar

Abdurrahman al-Nahlawi mengemukakan bahwa menurut Kamus Bahasa Arab, lafal al-Tarbiyah berasal dan tiga kata, yaitu: 

Pertama: raba yarbu yang berarti bertambah dan bertumbuh. Makna ini dapat dilihat dan firman Allah: 

َمَا آَتَيْتُمْ ومِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلاَ يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ  
 “Dan suatu riba (tambahan) yang kalian berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah “. (QS Al-Rum: 39).
Kedua: rabiya yarba dengan wazan (bentuk) khafiya yakhfa yang berarti: menjadi besar. Atas dasar makna inilah Ibn aI-’Arabi mengatakan:
فَمَنْ يَكُ سَائِلاً عَنِّى فَإِنىِّ بِمَكَّةَ مَنْزِلِى وَبِهَا رُبِيْتُ
"Jika orang bertanya tentang diriku, maka Mekah adalah tempat tinggalku dan di situlah aku dibesarkan".
Ketiga: rabba yarubbu dengan wazan (bentuk) madda yamuddu yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara. Makna ini antara lain ditunjukkan oleh perkataan Hasan bin Tsabit, sebagaimana yang ditulis oleh Ibn al-Manzhur dalam “lisan al-‘Arab:
وَلاَنْت أَحْسَنُ إِذْ بَذَرْتَ لَنَا    يَوْمَ الخْرُوُْجُ بِسَاحَةِ الْقَصْرِ
مِنْ ذُرَّيَةِ بَيْضَآءِ صَافِيَةٍ     مِمَّا تَرَبَّبَ جَائِرَةُ الْبَحْرِ
"Sesungguhnya ketika engkau tampak pada hari ke luar di halaman istina, engkau lebih baik daripada sebutir mutiara putih bersih yang dipelihara oleh kumpulan air di laut’ ".
Kata Ibn al-Manzhur. “Rababtul amra-arubbuhu rabban wa rababan, berarti aku memperbaiki dan mengokohkan perkara itu (Al-Nahlawi, 1989: 31).
Kata “tarbiyah” merupakan masdar dan rabba, yurabbiy, tarbiyat dengan wazan fa‘ala, yufa‘ilu, taf'ilan”. Kata ini ditemukan dalam Alquran Surat Al-Isra’/17:24 yang terjemahannya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku waktu kecil “.
Dalam terjemahan ayat di atas, kata tarbiyah digunakan untuk mengungkapkan pekerjaan orang tua yang mengasuh anaknya sewaktu kecil. Pengasuhan itu meliputi pekerjaan: memberi makanan, minuman. pengobatan, memandikan, menidurkan dan kebutuhan lainnya sebagai bayi. Semua itu dilakukan dengan rasa kasih sayang.
Beberapa pengkaji telah menyusun definisi pendidikan dari ketiga asal kata ini: Imam al-Baidawi (wafat: 685), dalam tafsirnya “Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta ‘wil “, mengatakan makna asal al-Rabb adalah al-Tarbiyah yaitu: menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit hingga sempurna. Kemudian kata itu dijadikan sifat Allah Swt. sebagai mubalaghah (penekanan).
Dalam buku mufradat, al-Raghib al-Ashfahani (wafat: 502 H), menyatakan bahwa makna asal al-Rab adalah al-Tarbiyah, yaitu: memelihara sesuatu sedikit demi sedikit hingga sempurna (Al-Ashfahani, 1992:336).
Dari ketiga asal kata di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan (tarbiyah) terdiri dari empat unsur:
(1). Menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang balig.
(2). Mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan yang bermacam-macam
(3). Mengarahkan seluruh fitrah dan potensi anak menuju kepada kebaikan dan kesempurnaan yang layak baginya.
(4).   Proses ini dilaksanakan secara bertahap.
B. Pengertian Ta'lim
Pengertian ta’lim sebagai suatu istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pendidikan dikemukakan oleh para ahli, antara lain dapat dilihat sebagai berikut:
(1). Abdul Fatah Jalal mengemukakan bahwa Ta'lim adalah proses pemberian pengetahuan, pemahaman. pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah, sehingga terjadi penyucian (tazkiyah) atau pembersihan diri manusia dari segala kotoran yang menjadikan diri manusia itu berada dalam suatu kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari segala yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya. (Jalal, 1977: 17)
Berdasarkan pengertian ini dipahami bahwa dari segi peserta didik yang menjadi sasarannya, lingkup term al-ta'lim lebih universal dibandingkan dengan lingkup term al-tarbiyah karena al-ta‘lim mencakup fase bayi. anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa. Sedangkan al-tarbiyah khusus diperuntukan untuk pendidikan dan pengajaran fase bayi dan anak-anak.
(2). Muhammad Rasyid Rida memberikan definisi ta'lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu, (Rida, 1373 H: 262). Penta’rifan itu herpijak dari firman Allah Swt. surat Al-Baqarah ayat 31 tentang ‘allama Tuhan kepada Nabi Adam as. sedangkan proses transmisi itu dilakukan secara bertahap sebagaimana Nabi Adam menyaksikan dan menganalisis asma yang diajarkan oleh Allah kepadanya. (Al Atas, 1988: 66).
(3). Syekh Muhammad al-Naquib al-Attas memberikan makna al-ta'lim dengan pengajaran tanpa pengenalan secara mendasar. Namun apabila al-ta‘lim disinonimkan dengan al-tarbiyah, al-ta'lim mempunyai makna pengenalan tempat segala sesuatu dalam sebuah sistem, (Alatas, 1988: 66).
Dalam pandangan Naquib, ada konotasi tertentu yang dapat membedakan antara term al-tarbiyah dari al-ta‘lim, yaitu ruang lingkup al-ta'lim lebih universal daripada ruang lingkup al-tarbiyah sebab, al-tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan dan hanya mengacu pada kondisi eksistensial. Lagi pula, makna al-tarbiyah lebih spesifik karena ditujukan pada objek-objek pemilikan yang berkaitan dengan jenis relasional, mengingat pemilikan yang sebenarnya hanyalah Allah. Akibatnya, sasarannya tidak hanya berlaku bagi umat manusia tetapi tercakup juga spesies-spesies yang lain.
(4). Muhammad Athiyah al-Abrasy mengemukakan pengertian al-ta'lim yang berbeda dari pendapat-pendapat di atas. Beliau menyatakan bahwa al-ta'lim lebih khusus daripada al-tarbiyah karena al-ta'lim hanya merupakan upaya menyiapkan individu dengan mengacu kepada aspek-aspek tertentu saja, sedangkan al-tarbiyah mencakup keseluruhan aspek-aspek pendidikan. (Al-Abrasyi, t.th, :7).
Al-ta'lim merupakan bagian kecil dari al-tarbiyah al-aqliyah yang bertujuan memperoleh pengetahuan dan keahlian berpikir, yang sifatnya mengacu pada domain kognitif. Hal ini dapat dipahami dari pemakaian kata ‘allama dalam surat Al-Baqarah, 2:31. Kata ‘allama dikaitkan dengan kata ‘aradha yang berimplikasikan bahwa proses pengajaran Adam tersebut pada akhirnya diakhiri dengan tahap evaluasi. Konotasi konteks kalimat itu mengacu pada evaluasi domain kognitif, yaitu penyebutan nama-nama benda yang diajarkan, belum pada tingkat domain yang lain. Hal ini memberi isyarat bahwa al-ta'lim sebagai masdar dari ‘allama hanya bersifat khusus dibanding dengan al-tarbiyah.
C. Pengertian Ta ‘dib
Muhammad Nadi al-Badri, sebagaimana dikutip oleh Ramayulis, mengemukakan bahwa pada zaman klasik, orang hanya mengenal kata ta‘dib untuk menunjukkan kegiatan pendidikan. Pengertian seperti ini terus terpakai sepanjang masa kejayaan Islam, hingga semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh akal manusia waktu itu disebut adab, baik yang berhubungan langsung dengan Islam seperti: fiqh, tafsir, tauhid, ilmu bahasa Arab dan sebagainya maupun yang tidak berhubungan langsung seperti ilmu fisika, filasafat, astronomi, kedokteran, farmasi dan lain-lain. Semua buku yang memuat ilmu tersebut dinamai kutub al-adab. Dengan demikian terkenallah al-Adab al-Kabir dan al-Adab al-Shaghir yang ditulis oleh Ibn al-Muqaffa (w. 760 M). Seorang pendidik pada waktu itu disebut Mu‘addib. (Ramayulis, 1991: 6).
Ta‘dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaannya. (Attas: 66). Pengertian ini berdasarkan Hadis Nabi Saw.:
أَدَّبَنِى رَبِّى فَأَحْسَنَ تَأْدِيْبِى
"Tuhanku telah mendidikku dan telah membaguskan pendidikanku".
Dalam struktur telaah konseptualnya, ta‘dib  sudah mencakup unsur-unsur pengetahuan (‘ilm), pengajaran (ta'lim), dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). (Attas: 74-75). Dengan demikian,  ta'dib lebih lengkap sebagai term yang mendeskripsikan proses pendidikan Islam yang sesungguhnya. Dengan proses ini diharapkan lahir insan-insan yang memiliki integritas kepribadian yang utuh dan lengkap.

Daftar Bacaan:
Al-Nahlawi, Abdurrahman, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga di Sekolah dan di Masyarakat, Terjemahan Herry Noor Ali, Judul Asli “Ushul al-Tarbiyat al-Islamiyah wa Asalibuha”, Bandung: Diponegoro, 1989
Al-Ashfahaniy, Al-Raghib, al-Mufradat Alfāz al-Qur’ān, Beirut, ad-Dar asy-Syamiyah, tth.
Abd al-Fatah Jalal, Min al-Ushul al-Tarbawiyyah fi al-Islam, Mesir:
Dar al-Kutub al-Mushriyyah, 1977
Rida, Muhammad Rasyid, Tafsir al-Quran al-Hakim; Tafsir al-Manar, Juz VII, Beirut, Dar al-Fikr, tt.
Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah, al-Tarbiyyah al-Islāmiyah wa Falāsifatuhā, Mishr: Isa al-Babiy al-halabiy wa Syurakah, t.th.
Al-Attas, Muhammad Naquib,  Konsep Pendidikan dalam Islam, Bandung: Mizan, 1992
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994


Pendidikan Islam: Pengertian


Oleh: Bukhari Umar

Prof. Dr. Omar Mohammad al-Toumi al-Syaibany mendefinisikan pendidikan Islam dengan “Proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat (Al-Syaibany, 1979: 399).
Pengertian tersebut memfokuskan perubahan tingkah laku manusia yang konotasinya pada pendidikan etika. Selain itu, pengertian tersebut menekankan pada aspek-aspek produktivitas dan kreativitas manusia dalam peran dan profesinya dalam kehidupan dalam masyarakat dan alam semesta.
Dr. Muhammad SA Ibrahimy (Bangladesh) mengemukakan pengertian pendidikan Islam sebagai “Islamic education in true sense of the lerm, is a system of education which enables a man to lead his  life according to the islamic ideology, so that he may easily mould his life in accordance with tenetn of Islam”. (Arifin, 1991, 34), “Pendidikan dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam”.
Pengertian itu mengacu pada perkembangan kehidupan manusia masa depan tanpa menghilangkan prinsip-prinsip islami yang diamanatkan oleh Allah kepada manusia, sehingga manusia mampu memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidupnya seiring dengan perkembangan iptek.
Dr. Muhammad Fadhil al-Jamali memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai “Upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan. (Al-Jamali, 1986: 3).
Defenisi tersebut mempunyai tiga prinsip Pendidikan Islam yaitu:
(1). Pendidikan merupakan proses perbantuan  pencapaian tingkat keimanan dan berilmu (Q.S. 58: 11) yang disertai dengan amal saleh (QS. 67:4).
(2). Sebagai model,  maka Rasulullah Saw.  sebagai    uswatun hasanah (QS. 33: 21) yang dijamin Allah memiliki akhlak yang mulia (QS. 68: 4).
(3). Pada manusia terdapat potensi baik dan buruk (QS. 91: 7- 8), potensi negatif seperti lemah (QS. 4: 28), tergesa-gesa (QS. 21:37), berkeluh kesah (QS. 70: 19), dan ruh Allah ditiupkan kepadanya pada saat penyempurnaan penciptaannya (QS. 95: 4). Oleh karena itu, pendidikan ditujukan sebagai pembangkit potensi baik yang ada pada anak didik dan mengurangi potensinya yang jelek. (Rahmat, 1991: 115).
Dalam seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960 didapatkan pengertian pendidikan Islam, yaitu: “Bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah, mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam”. Pengertian ini mengandung arti bahwa dalam proses pendidikan Islam terdapat usaha mempengaruhi jiwa anak didik melalui proses setingkat demi setingkat menuju tujuan yang ditetapkan yaitu menanamkan takwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran, sehingga terbentuklah manusia yang berkepribadian dan berbudi luhur sesuai dengan ajaran Islam. (Arifin, 1987: 13 14).
Dari beberapa pengertian di atas dikatakan bahwa pendidikan Islam itu adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada diri anak didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya. Pengertian tersebut mempunyai lima prinsip pokok, yaitu:
(1). Proses transformasi dan internalisasi, yaitu upaya pendidikan Islam harus dilakukan secara bertahap, berjenjang, dan kontinu dengan upaya pemindahan, penanaman, pengarahan, pengajaran, pembimbingan sesuatu yang dilakukan secara terencana, sistematis dan terstruktur dengan menggunakan pola dan sistem tertentu.
(2). Ilmu pengetahuan dan nilai-nilai, yaitu upaya yang diarahkan pada pemberian dan penghayatan, serta pengamalan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai.
Ilmu pengetahuan yang dimaksud adalah ilmu pengetahuan yang bercirikan islami, yakni ilmu pengetahuan yang memenuhi kriteria epistemologi islami yang tujuan akhimya hanya untuk mengenal dan menyadari diri pribadi dan relasinya dengan Allah, sesama manusia, dan alam semesta.
Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai Ilahi dan nilai-nilai insani. Nilai Ilahi mempunyai dua jalur, yaitu: (1) Nilai yang bersumber dari sifat-sifat Allah yang tertuang dalam “al-Asma al-Husna” sebanyak 99 nama yang indah. Nama-nama itu pada hakikatnya telah menyatu pada potensi dasar manusia yang selanjutnya disebut fitrah, (2) Nilai yang bersumber dari hukum-hukum Allah, baik berupa hukum yang linguistik-verbal (qurani) maupun yang verbal (kauni).
Sebaliknya, nilai insani merupakan nilai yang terpancar dari daya cipta, rasa, dan karsa manusia yang tumbuh untuk memenuhi kebutuhan peradaban manusia, yang memiliki sifat dinamis temporer.
(3). Pada diri anak didik, yaitu pendidikan itu diberikan pada anak didik yang mempunyai potensi-potensi rohani. Dengan potensi itu, anak didik dimungkinkan dapat dididik, sehingga pada akhirnya, mereka dapat mendidik. Konsep ini berpijak pada konsepsi manusia sebagai makhluk psikis.
(4). Melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya, yaitu tugas pokok pendidikan Islam hanyalah menumbuhkan, mengembangkan, memelihara, dan menjaga potensi laten manusia agar ia tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat kemampuan, minat dan bakatnya. Dengan demikian terciptalah dan terbentuklah daya kreativitas dan produktivitas anak didik.
(5). Guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya, yaitu tujuan akhir dari proses pendidikan Islam adalah terbentuknya “Insan Kamil”, yaitu manusia yang dapat menyelaraskan kebutuhan hidup jasmani-rohani, struktur kehidupan dunia-akhirat, keseimbangan pelaksanaan fungsi manusia sebagai hamba-khalifah Allah dan keseimbangan pelaksanaan trilogi hubungan manusia. Akibatnya, proses pendidikan Islam yang dilakukan dapat menjadikan anak didik hidup penuh bahagia, sejahtera, dan penuh kesempurnaan.
Selain untuk mendapatkan informasi, kita juga dapat memperoleh peluang usaha yang menguntungkan di internet. Peluang ini tidak boleh kita abaikan karena sambil browsing dan facebookan, kita bisa mendapatkan uang. Penjelasannya dapat dilihat di SINI.



Daftar Bacaan:
Al-Syaibany, Omar Mohammad al-Toumy (1979), Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, judul asli “Falsafah al-Tabiyah al-Islamiyah, Jakarta: Bulan Bintang
Al-Jamali, Muhammad Fadhil (1986), Filsafat Pendidikan dalam Al-Qur'an, terj. Judial Falasani, Surabaya
Arifin, HM, (1991), Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara
Rahmat, Jalaluddin (1991), Islam Alternatif,  Bandung: Mizan,