Rabu, 01 Desember 2010

Urgensi Keteladanan dalam Pelaksanaan Pendidikan Ibadah

Oleh: Bukhari Umar


Pendidikan Islam merupakan proses pembentukan kepribadian muslim. Indikator kepribadian muslim antara lain adalah beriman kepada Allah dengan keyakinan yang kuat, rajin beribadah dan memiliki akhlak yang mulia. Untuk mencapai kepribadian muslim diperlukan berbagai alat antara lain keteladanan, pembiasaan, dan pengajaran. Tidak ada satu alat pun yang memadai untuk mencapai semua tujuan pendidikan Islam. Masing-masing alat mempunyai keunggulan dan keterbasan. Keteladanan, dengan keunggulannya dalam hal-hal tertentu, sangat urgen dalam proses pendidikan ibadah dan akhlak.

Manusia banyak belajar tentang berbagai kebiasaan dan tingkah laku melalaui proses peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Ia mulai belajar bahasa dengan meniru kedua orang tua dan saudara-saudaranya dengan mengucapkan kata-kata secara berulang kali. Tanpa terbiasa mendengar orang mengucapkan suatu kata, manusia tidak bisa berbahasa lisan.
Contoh selalu menjadi guru yang baik dan yang diperbuat seseorang dapat berdampak luas, lebih jelas dan lebih berpengaruh daripada yang dikatakan. Hal itu mudah dipahami mengingat kecenderungan meniru yang ada pada setiap manusia, bukan saja pada anak-anak melainkan juga orang dewasa. Perbedaannya adalah dalam intensitasnya. Orang dewasa meniru sambil menyeleksi dan memodifikasi seperlunya. Lain halnya dengan anak-anak. Dalam segala hal anak merupakan peniru yang ulung. Sifat peniru ini merupakan modal yang positif dalam pendidikan keagamaan pada anak. Pada usia tertentu, anak-anak cenderung meniru dan mengambil alih apa saja yang dilihatnya tanpa mengetahui manfaat dan mudaratnya.
Keteladanan itu ada dua macam, yaitu sengaja dan tidak sengaja. Keteladanan yang disengaja adalah keadaan yang sengaja diadakan oleh pendidik agar diikuti atau ditiru oleh peserta didik, seperti memberikan contoh membaca yang baik dan mengerjakan salat dengan benar. Keteladanan ini disertai penjelasan atau perintah agar diikuti. Keteladanan yang tidak disengaja adalah keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhlasan dan sebagainya. Dalam pendidikan Islam, kedua macam keteladanan tersebut sama pentingnya. Keteladanan yang tidak disengaja dilakukan secara informal, sedangkan yang disengaja dilakukan dengan formal. Keteladanan yang dilakukan secara informal itu kadang-kadang lebih efektif daripada yang formal.
Keteladanan merupakan teknik pendidikan yang efektif dan sukses. Hal itu berlaku terutama bagi anak-anak usia sekolah. Hal itu disebabkan oleh ketertarikan dan kesenangan anak. Anak-anak pada masa usia sekolah tertarik dan senang dengan kegiatan-kegiatan keagamaan yang mereka lihat dikerjakan oleh orang dewasa dalam lingkungan mereka.
Perlu juga dikemukakan bahwa efektivitas penggunaan keteladanan sebagai alat pendidikan tidak berlaku untuk semua aspek pendidikan Islam. Keteladanan efektif untuk aspek-aspek pendidikan yang bertujuan pembentukan sikap dan keterampilan tertentu. Keterampilan dapat berbentuk mengerjakan suatu perbuatan atau melafalkan ucapan-ucapan tertentu. Dalam pemberian pengetahuan-pengetahuan yang tidak aplikatif, penggunaan keteladanan dipandang tidak efektif, bahkan tidak dibutuhkan.
Pembinaan ketaatan dalam beribadah pada anak dimulai dari dalam keluarga. Kegiatan ibadah yang lebih menarik bagi anak yang masih kecil adalah yang mengandung gerak. Anak-anak suka melakukan salat, meniru orang tuanya, kendatipun ia tidak mengerti apa yang dilakukannya itu.
Pendidikan ibadah yang dimaksud di sini adalah proses pengajaran, pelatihan dan bimbingan dalam pengamalan ibadah khusus. Sebagai contoh dapat dikemukakan ibadah salat. Pendidikan salat meliputi pengajaran bacaan dan kaifiyat salat dan pembinaan disiplin dalam melakukan salat.
Keteladanan merupakan suatu hal yang sangat urgen dalam pengajaran bacaan-bacaan dan kaifiyat salat. Ia akan mempercepat dan mempermudah peserta didik dalam memahami dan menerapkan ibadah salat. Tanpa keteladanan pendidik, peserta didik tidak akan mampu mengucapkan bacaan-bacaan salat dengan benar sesuai dengan qaidah ilmu tajwid. Selain itu, semua gerakan salat perlu dicontohkan kepada peserta didik. Tanpa contoh, peserta didik tidak akan mampu melakukannya dengan benar sesuai dengan tuntunan sunnah Nabi.
Rasulullah telah memperlihatkan contoh-contoh kaifiyat salat kepada sahabat dan keluarganya. Hal itu dapat dilihat dalam hadis beliau. Aisyah meriwayatkan  bahwa Rasulullah telah mengajarkan kaifiyat salat kepadanya dengan mendemontrasikan cara pelaksanaan tersebut di hadapan Aisyah. Maimunah (istri Nabi saw.) juga meriwayatkan bahwa Rasulullah telah memperlihatkan sebagian dari rangkaian pelaksanaan salat kepadanya (HR Muslim). Dengan demikian, Rasulullah menggunakan keteladanan dalam pengajaran salat kepada para istrinya.
Sehubungan dengan urgensi keteladanan dalam pengajaran dan pelaksanaan salat, Rasulullah telah memerintahkan kepada umatnya agar meneladani beliau dalam pelaksanaan salat, seperti ditemukan dalam hadis “Malik bin al-Huwairis meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, ‘Salatlah kamu sebagaimana kamu melihatku mengerjakan salat” (HR Bukhari).
Bila dilihat berdasarkan jenis-jenis keteladanan, maka dapat dikatakan bahwa keteladanan Nabi dalam riwayat Aisyah, Maimunah dan Malik di atas termasuk ke dalam keteladanan sengaja. Dalam hal ini, Rasulullah sengaja memperlihatkan cara pelaksanaan salat agar dicontoh oleh istrinya dan memerintahkan kepada para sahabat agar mencontoh beliau.
Kemampuan melaksanakan ibadah salat merupakan suatu keterampilan. Ia harus diajarkan, dilatihkan, dan dibimbingkan dengan keteladanan. Penggunaan alat-alat pendidikan yang lain hanya akan efektif untuk mengajarkan hal-hal yang bersifat informasi tentang salat, syarat-syarat, jumlah, fadilah, waktu-waktu dan hikmah-hikmahnya. Semua informasi ini belum cukup bagi peserta didik sebelum ia mampu melaksanakannya. Oleh sebab itu, keteladanan sangat urgen dalam pendidikan salat. Demikian juga halnya dengan pendidikan ibadah haji.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar