Rabu, 01 Desember 2010

Pendidikan dalam Perspektif Hadis: Perintah Menuntut Ilmu


Oleh: Bukhari Umar

Ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Sehubungan dengan itu, Allah mengajarkannya kepada Adam dan semua keturunannya. Dengan ilmu pengetahuan itu, manusia dapat melaksanakan tugasnya dalam kehidupan ini, baik tugas khilafah maupun tugas ubudiyah. Oleh karena itu, Rasulullah saw. menyuruh, menganjurkan dan memotivasi umatnya agar menuntut ilmu pengetahuan.
Sehubungan dengan ini ditemukan hadis antara lain:
عن ابْنُ مَسْعُودٍ قَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- :« تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ وَعَلِّمُوْهُ النَّاسَ ، تَعَلَّمُوا الْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوْهُ النَّاسَ ، تَعَلَّمُوا الْقُرْآنَ وَعَلِّمُوْهُ النَّاسَ ، فَإِنِّى امْرُؤٌ مَقْبُوضٌ ، وَالْعِلْمُ سَيُنْتَقَصُ وَتَظْهَرُ الْفِتَنُ حَتَّى يَخْتَلِفَ اثْنَانِ فِى فَرِيضَةٍ لاَ يَجِدَانِ أَحَداً يَفْصِلُ بَيْنَهُمَا.[1]  رواه الدارمى والدارقطنى
Ibnu Mas’ud meriwayatkan, “Rasulullah saw. berkata kepadaku ‘Tuntutlah ilmu pengetahuan dan ajarkanlah kepada orang lain. Tuntutlah ilmu kewarisan dan ajarkanlah kepada orang lain. Pelajarilah Alquran dan ajarkanlah kepada orang lain. Saya ini akan mati. Ilmu akan berkurang dan cobaan akan semakin banyak, sehingga terjadi perbedaan pendapat antara dua orang tentang suatu kewajiban,  mereka tidak menemukan seorang pun yang dapat menyelesaikannya.’
Dalam hadis ini, ada tiga perintah belajar, yaitu perintah mempelajari ‘al-‘ilm’, ‘al-faraid’ dan ‘al-Qur’an’. Menurut Ibnu Mas’ud, ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu syariat dan segala jenisnya. Al-Fara’id adalah ketentuan-ketentuan baik ketentuan Islam secara umum maupun ketentuan tentang harta warisan. Mempelajari Alquran mencakup menghafalya. Setelah dipelajari ajarkan pula kepada orang lain supaya lebih sempurna. Beliau memerintahkan agar sahabat mempelajari ilmu karena beliau sendiri adalah manusia seperti manusia pada umumnya. Pada suatu saat, beliau akan wafat. Dengan adanya orang mempelajari ilmu, ilmu pengetahuan itu tidak akan hilang.[2]
Mengingat pentingnya ilmu pengetahuan, dalam hadis di atas, setelah dipelajari, ia harus diajarkan kepada orang lain. Rasulullah saw. mengkhawatirkan bila beliau telah wafat dan orang-orang tidak peduli dengan ilmu pengetahuan, tidak ada lagi orang yang mengerti dengan agama sehingga orang akan kebingungan.
Selain perintah menuntut ilmu pengetahuan dalam hadis di atas, ada lagi hadis yang lebih tegas tentang kewajiban menuntut ilmu pengetahuan.
عن حسين بن علي قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ »[3] رواه والبيهقى الطبرانى وأبو يعلى والقضاعى و أبو نعين الأصبهاني
Husain bin Ali meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Menuntut ilmu pengetahuan wajib bagi setiap orang Islam.
Dalam menyuruh manusia mencari ilmu pengetahuan, Allah menggunakan ungkapan yang bervariasi. Kadang-kadang Allah menggunakan perintah agar manusia membaca. Kegiatan membaca akan menghasilkan ilmu pengetahuan. Hal ini terlihat dalam QS Al-'Alaq/96: 1-5. Kadang-kadang Allah memakai perintah mengamati fenomena alam semsesta. Pengamatan ini akan melahirkan ilmu pengetahuan pula. Ungkapan ini ditemukan antara lain dalam QS Al-Ghâsyiyah/88: 17-20. Di tempat lain, Allah menggunakan motivasi dengan ungkapan mengangkat derajat orang yang berilmu pengetahuan yang beriman. Motivasi ini akan mendorong orang untuk belajar. Pernyataan ini dapat dilihat antara lain dalam QS Al-Mujadilah/58: 11.
Perintah menuntut ilmu yang disampaikan oleh Rasulullah saw. sejalan dengan perintah Allah dalam Alquran. Dalam Alquran ditemukan ayat-ayat yang bermaksud perintah menuntut ilmu pengetahuan dan petunjuk-petunjuk tentang urgensi ilmu pengetahuan itu. Di ataranya:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ، خَلَقَ الاِِْنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ، اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ، الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ، عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ [العلق\96: 1-5]
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Ayat ini dapat dijadikan sebagai alasan bahwa ilmu pengetahuan itu penting dalam kehidupan manusia. Allah memerintahkan agar manusia membaca sebelum memerintahkan melakukan pekerjaan dan ibadah yang lain.  Ayat ini juga menunjukkan karunia Allah SWT. kepada manusia sebab ia dapat menemukan kemampuan belajar bahasa. Tambahan lagi, manusia juga dapat mempelajari baca tulis, ilmu pengetahuan, keterampilan yang beragam, petunjuk dan keimanan, serta hal-hal yang tidak diketahui oleh manusia sebelum diajarkan kepadanya.
Betapa pentingnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia tidak diragukan lagi. Dalam melaksanakan pekerjaan dari yang sekecil-kecilnya sampai kepada yang sebesar-besarnya, manusia membutuhkan ilmu pengetahuan. Dalam Alquran dapat dilihat bahwa setelah Allah menyatakan Adam sebagai Khalifah Allah di muka bumi, maka ia dipersiapkan dengan ilmu pengetahuan. Hal itu dimaksudkan agar Adam mampu mengemban tugasnya sebagai khalifah. Hal ini dapat dilihat antara lain dalam ayat:
وَعَلَّمَ آَدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلاَءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ، قَالُوا سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ، قَالَ يَا آَدَمُ أَنْبِئْهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ. (البقرة\2: 31-33).
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!" Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"
Belajar nama segala sesuatu adalah belajar “kata-kata” yang melambangkan pengertian-pengertian atau konsep-konsep. Jadi, ketika kita menyebut kata hishân (kuda) atas sekumpulan hewan tertentu, berarti kita mempergunakan simbol bahasa yang menunjukkan pengertian atau konsep yang dapat diterapkan pada seluruh kuda lainnya. Atas dasar ini, kita memahami firman Allah SWT., “Dan Dia mengajarkan kepada Adam seluruh nama-nama,” dalam arti, Dia mengajarkan bahasa kepada Adam as. Allah SWT. menyebut bahasa dengan ungkapan ‘seluruh nama’, maksudnya Dia mengajari Adam nama-nama yang melambangkan konsep-konsep.
Belajar “nama” yang melambangkan konsep tertentu mencakup pengenalan sifat-sifat dan karakteristik yang mengikutsertakan semua satuan jenis yang tercakup oleh konsep tersebut. Jadi, pada saat kita belajar menggunakan kata hishân (kuda) untuk menunjukkan seluruh kuda yang kita lihat, sebelumnya kita telah belajar bahwa semua kuda yang pernah kita lihat mempunyai kesamaan sifat tertentu. Oleh karena itu, kita juga dapat memahami dan firman Allah SWT., “Dan Dia mengajarkan kepada Adam seluruh nama-nama” bahwa Allah SWT. juga telah mengajari Adam a.s. sifat-sifat, karakteristik, dan perbuatannya.[4]
Selain di atas terdapat pula ayat lain yang juga berarti perintah mencari ilmu pengetahuan, yaitu:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوْا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ. (التوبة\9: 122)
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Menurut Al-Marâghi, ayat tersebut merupakan isyarat tentang wajibnya melakukan pendalaman agama dan bersedia mengajarkannya di tempat-tempat pemukiman serta memberikan pemahaman kepada orang-orang lain tentang agama, sebanyak yang dapat memperbaiki keadaan mereka. Sehingga, mereka tidak bodoh lagi tentang hukum-hukum agama secara umum yang wajib diketahui oleh setiap mukmin. Orang-orang yang beruntung adalah  orang yang memperoleh kesempatan untuk mendalami agama dengan maksud seperti ini. Mereka mendapat kedudukan yang tinggi di sisi Allah, dan tidak kalah tingginya dari kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam meninggikan kalimat Allah, membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan, mereka boleh jadi lebih utama dari pejuang pada situasi lain ketika mempertahankan agama menjadi wajib ‘ain bagi setiap orang.[5]
Untuk lebih tegas dalam hadis riwayat Husain ibn Ali di atas, Rasulullah saw. menggunakan kata-kata wajib, harus (farîdhah). Hal itu menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan itu memang benar-benar urgen dalam kehidupan manusia terutama orang yang beriman. Tanpa ilmu pengetahuan, seorang mukmin tidak dapat melaksanakan aktivitasnya dengan baik menurut ukuran ajaran Islam. Bila ada orang yang mengaku beriman tetapi tidak mau mencari ilmu, maka ia dipandang telah melakukan suatu pelanggaran, yaitu tidak mengindahkan perintah Allah dan Rasul-Nya. Akibatnya, tentu, mendapatkan kemurkaan Allah dan akhirnya akan masuk ke dalam neraka Allah. Karena begitu pentingnya ilmu pengetahuan itu, Rasulullah SAW. mewajibkan umatnya belajar.
 
Di samping mempelajari tafsir dan hadis, kita juga dapat belajar berbisnis praktis untuk memperoleh penghasilan tambahan. Ingin tahu? Klik di SINI.


[1]Al-Imam Abi Muhammad Abdullah ibn Bahram Al-Darimi (selanjutnya disebut Al-Darimiy), Sunan ad-Darimi, jilid 1, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 252. Hadis dengan maksud yang sama juga diriwayatkan  Ad-Daruqutni dari Abi Sa’id. Lihat, Ali ibn Umar Abu al-Hasan ad-Daruquthni al-Baghdadi (selanjutnya disebut Al-Daruqutni), Sunan Al-Daruquthni,  juz 9, (Beirut: Dar al-Makrifah, 1386 = 1966), h. 421 dan Baihaqi dari Abdullah. Lihat, Abu Bakr Ahmad ibn al-Husain al-Bayhaqi, (slanjutnya disebut al-Bayhaqi Sya'b)  Sya’b al-Iman, Juz 2, (Beirut: Dar –Kutub al-‘Ilmiyah, 1410) cet. ke-1 h. 253
[2]Lihat, Al-Mala ‘ala al-Qari’, Mirqat al-Mafatih Syarh misykat al-Mashabih, juz 2, h. 199, dalam al-Maktabah al-Syamilah bagian kitab-kitab syarah.
[3] Lihat, al-Bayhaqi, op. cit. juz 2, h. 23
[4] Menurut Ibnu Katsir, Dan Dia mengajarkan kepada Adam seluruh nama-nama beresensi sifat dan perbuatannya. Tafsir Ibnu Katsir, juz 1, him. 72-75.
[5]Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, (selanjutnya disebut Al-Marâghi), Tafsir al-Maraghiy, Jilid 4, Juz 11, (t.tp.: Dar al-Fikr: t.th.), h. 4; Lihat juga Muhammad Rasyid Rida, Tafsîr al-Qur'ân al-Hakîm al-Syahîr bi Tafsîr al-Manâr, Jilid 11, (Beirut: Dar al-Ma'rifah, t.th.), h. 78

Tidak ada komentar:

Posting Komentar