Selasa, 30 November 2010

Peserta Didik dan Kebutuhannya
Oleh: Bukhari Umar
Pengertian Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (UU Sisdiknas, ps. 1 ayat 4). Dalam pendidikan Islam, yang menjadi peserta didik itu bukan hanya anak-anak, melainkan juga orang dewasa yang masih berkembang, baik fisik maupun psikisnya. Hal itu sesuai dengan prinsip bahwa pendidikan Islam itu berakhir setelah seseorang meninggal dunia. Buktinya, orang yang hampir wafat masih dibimbing mengucapkan kalimat tauhid.
Sebutan untuk peserta didik beragam. Di lingkungan rumah tangga, peserta didik disebut anak. Di sekolah/madrasah, ia disebut siswa. Pada tingkat pedidikan tinggi, ia disebut mahasiswa. Dalam lingkungan pesantren, sebutannya santri. Sedangkan di majelis taklim, ia disebut jamaah (anggota).
Dalam bahasa Arab juga terdapat term yang bervariasi. Di antaranya thalib, muta’allim, dan murid. Thalib berarti orang yang menuntut ilmu. Muta’allim berarti orang yang belajar dan murid berarti orang yang berkehendak atau ingin tahu.
Kebutuhan Peserta Didik
Suatu hal yang sangat perlu juga diperhatikan oleh seorang pendidik dalam mengajar, membimbing, dan melatih muridnya adalah “kebutuhan murid”.
Al-Qussy membagi kebutuhan manusia (peserta didik) dalam dua kebutuhan pokok yaitu:
(1). Kebutuhan primer, yaitu kebutuhan jasmani seperti: makan, minum, seks, dan sebagainya
(2). Kebutuhan sekunder, yaitu kebutuhan rohaniah.
Selanjutnya ia membagi kebutuhan rohaniah kepada enam macam yaitu:
(1). Kebutuhan akan rasa kasih sayang
(2). Kebutuhan akan rasa aman
(3). Kebutuhan akan rasa harga diri
(4). Kebutuhan akan rasa bebas
(5). Kebutuhan akan rasa sukses
(6). Kebutuhan akan suatu kekuatan pembimbing atau pengendalian diri manusia, seperti pengetahuan lain yang ada pada setiap manusia yang berakal.
Selanjutnya Law Head membagi kebutuhan manusia sebagai berikut:
(1). Kebutuhan jasmani, seperti makan, minum, bernafas, perlindungan, seksual, kesehatan dan lain-lain.
(2). Kebutuhan rohani, seperti kasih sayang, rasa aman, penghargaan, belajar, menghubungkan diri dengan dunia yang lebih luas (mengembangkan diri), mengaktualisasi dirinya sendiri dan lain-lain.
(3). Kebutuhan yang menyangkut jasmani rohani, seperti istirahat, rekreasi, butuh supaya setiap potensi-potensi fisik dapat dikembangkan semaksimal mungkin, butuh agar setiap usaha/pekerjaan sukses dan lain-lain.
(4). Kebutuhan sosial, seperti dapat diterima oleh teman-temannya secara wajar, supaya dapat diterima oleh orang yang lebih tinggi dari dia seperti orang tuanya, guru-gurunya dan pemimpin-pemimpinnya seperti kebutuhan untuk memperoleh prestasi dan posisi.
(5). Kebutuhan yang lebih tinggi sifatnya (biasanya dirasakan lebih akhir) merupakan tuntutan rohani yang mendalam yaitu kebutuhan untuk meningkatkan diri yaitu kebutuhan terhadap agama (Jalaluddin, 1993: 63).
Kedua kutipan di atas menunjukkan bahwa kebutuhan yang paling esensial adalah kebutuhan terhadap agama. Agama dibutuhkan karena manusia memerlukan orientasi dan obyek pengabdian dalam hidupnya. Oleh karena itu, para ahli menyebut bahwa manusia itu adalah makhluk yang beragama (homo religius).

1 komentar: