Tugas Lembaga Pendidikan Islam
Oleh: Bukhari Umar
Setiap lembaga pendidikan Islam, baik yang formal maupun tidak formal, memiliki tugas masing-masing . Tugas masing-masing lembaga tersebut dapat dibedakan, namun tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Tugas suatu lembaga mendukung tugas lembaga lain. Tugas masing-masing lembaga pendidikan adalah:
1. Tugas Keluarga
Orang tua dituntut untuk menjadi pendidik yang memberikan pengetahuan pada anak-anaknya dan memberikan sikap serta keterampilan yang memadai, memimpin keluarga dan mengatur kehidupannya, memberikan contoh sebagai keluarga yang ideal, bertanggung jawab dalam kehidupan keluarga, baik yang bersifat jasmani maupun rohani. (Tim Depag RI, 1986: 109).
Tugas di atas wajib dilaksanakan oleh orang tua berdasarkan atas:
1) Firman Allah dalam QS. Al-Tahrim, 66: 6, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…."
2) Firman Allah dalam QS. Luqman, 31: 13-19, "Dan ingatlah ketika Luqman berkata pada anaknya, di waktu ia memberikan pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar. (13).
Dan Kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada dua orang ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (14)
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.(15)
(Luqman berkata); "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (suatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (16)
Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (17).
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (18).
Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan, dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (19).
3) Firman Allah dalam QS. Al-Nisa': 4: 9, Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Ayat-ayat di atas, pada intinya adalah perintah agar orang tua menyelamatkan keluarga (anaknya) dari siksaan neraka. Itulah tugas orang tua. Tugas tersebut dapat dilaksanakan dengan banyak memberikan nasihat tentang akidah, ibadah, dan akhlak. Orang tua juga harus mempersiapkan anak dan keturunannya agar mampu hidup dengan kuat setelah orang tuanya meninggal dunia. Sesuai dengan tuntutan psikologi dan paedagogi, orang tua harus menggunakan berbagai taktik dan memilih strategi untuk melaksanakan tugas itu.
2. Tugas Sekolah (Madrasah)
An-Nahlawi mengemukakan bahwa sekolah (Madrasah) sebagai lembaga pendidikan harus mengemban tugas sebagai berikut:
1) Merealisasikan pendidikan yang didasarkan atas prinsip pikir, akidah dan tasyri' yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Bentuk realisasi itu adalah agar peserta didik beribadah, mentauhidkan Allah SWT tunduk dan patuh atas perintah dan syariat-Nya.
2) Memelihara fitrah peserta didik sebagai insan yang mulia, agar ia tidak menyimpang dari tujuan Allah menciptakannya.
3) Memberikan kepada peserta didik seperangkat peradaban dan kebudayaah islami, dengan cara mengintegrasikan antara ilmu-ilmu alam, ilmu sosial, ilmu ekstra dengan landasan ilmu-ilmu agama, sehingga peserta didik mampu melibatkan dirinya kepada perkembangan iptek.
4) Membersihkan pikiran dan jiwa peserta didik dari pengaruh subjektivitas (emosi) karena pengaruh zaman dewasa ini lebih mengarah kepada penyimpangan fitrah manusiawi. Dalam hal ini, lembaga pendidikan madrasah berperan sebagai benteng yang menjaga kebersihan dan keselamatan fitrah manusia tersebut.
5) Memberikan wawasan nilai dan moral serta peradaban manusia yang membawa khazanah pemikiran peserta didik menjadi berkembang. Pemberian itu dapat dilakukan dengan cara menyajikan sejarah peradaban umat terdahulu, baik mengenai pikiran, kebudayaan, maupun perilakunya. Nilai-nilai tersebut dapat dipertahankan atau dimodifikasi karena bertentangan dengan akidah Islam atau tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman.
6) Menciptakan suasana kesatuan dan kesamaan antara peserta didik. Tugas ini tampaknya sulit dilakukan karena peserta didik masuk lembaga madrasah dengan membawa status sosial dan status ekonomi yang berbeda. Tugas berdampak langsung dari keeksistensian dan interaksi para peserta didik dalam naungan satu sistem madrasah yang inputnya berasal dari berbagai lingkungan hidup. Dalam madrasah ini, peserta didik ditempa dan dipadukan dalam satu kondisi dan iklim yang sama yang mampu menyatukan qalb dan jiwa mereka. Iklim madrasah hayati ini mempersatukan keanekaragaman corak individu dan berbagai lapisan serta lingkungan masyarakat, menghapus atau mengurangi berbagai diskriminasi dan stratifikasi di antara mereka, walaupun tempat tinggal, pandangan dan tradisi mereka berbeda-beda.
7) Tugas mengkoordinasikan dan membenahi kegiatan pendidikan lembaga-lembaga pendidikan keluarga, mesjid dan pesantren mempunyai saham tersendiri dalam merealisasikan tujuan pendidikan, tetapi pemberian saham itu belum cukup. Oleh karena itu, madrasah hadir untuk melengkapi dan membenahi kegiatan pendidikan yang berlangsung.
8) Menyempurnakan tugas-tugas lembaga pendidikan keluarga, mesjid dan pesantren. (Muhaimin, 1994: 307-308).
Tugas-tugas madrasah tersebut membutuhkan administrasi yang memadai, yang mencakup berbagai komponen, misalnya perencanaan, pengawasan, organisasi, evaluasi dan sebagainya sehingga dalam lembaga madrasah itu terdapat tertib administrasi yang pada dasarnya bertujuan melancarkan pelaksanaan pendidikan yang dilaksanakan.
3. Tugas Lembaga Pendidikan Masyarakat
Seperti yang dikemukakan sebelumnya, lembaga pendidikan dalam masyarakat itu banyak. Namun di sini akan dikemukakan tugas mesjid dan pesantren saja. Kedua lembaga ini sangat besar peranannya dalam pelaksanaan pendidikan Islam.
1) Tugas Mesjid
Usaha pertama yang dilakukan oleh Rasulullah SAW setelah tiba di Madinah ialah membangun mesjid. Mesjidlah yang menghimpun banyak kaum muslimin. Di situlah mereka mengatur segala urusan, bermusyawarah guna mewujudkan tujuan, menghindarkan berbagai kerusakan dari mereka, saling membahu dalam mengatasi berbagai masalah dan menghindarkan setiap perusakan terhadap akidah, diri dan harta mereka. Mesjid adalah pusat mereka berlindung kepada Rabb, dan memohon ketentraman, kekuatan serta pertolongan kepada-Nya. Di samping itu, mesjid merupakan tempat mereka memakmurkan qalbu dengan bekal baru berupa potensi-potensi rohaniah. Dengan itu, Allah SWT memberi kesabaran, kekuatan, keberanian, kesadaran, pemikiran, kegigihan dan semangat.
Pada masa permulaan Islam, mesjid mempunyai fungsi yang sangat agung. Namun pada masa sekarang, sebagian besar dari fungsi-fungsi itu diabaikan oleh kaum muslimin. Dulu, mesjid berfungsi sebagai pangkalan angkatan perang dan gerakan kemerdekaan, pembebasan umat dari penyembahan terhadap manusia, berhala-berhal dan thagut, agar mereka beribadah hanya kepada Allah SWT semata. Di samping itu, mesjid berfungsi sebagai markas pendidikan. Di situlah manusia dididik supaya memegang teguh keutamaan, cinta kepada ilmu pengetahuan, mempunyai kesadaran sosial serta menyadari hak dan kewajiban mereka dalam negara Islam yang didirikan guna merealisasikan ketaatan kepada Allah SWT, syariat, keadilan, dan rahmat-Nya di tengah-tengah manusia. Pengajaran baca-tulis sebagai gerakan pemberantasan buta huruf dimulai dari mesjid Rasulullah SAW. Di samping itu, mesjid merupakan sumber pancaran moral karena di situlah kaum muslimin menikmati akhlak-akhlak yang mulia.
Hasan Langgulung (1987: 111) mengemukakan bahwa mesjid merupakan lembaga pendidikan pokok pada zaman Nabi dan khulafa' al-Rasyidin. Ketika ilmu-ilmu asing memasuki masyarakat Islam, ia juga memasuki mesjid dan harus dipelajari bersama-sama dengan ilmu agama.
Menurut Asma Fahmi, mesjid merupakan sekolah menengah dan tinggi dalam waktu yang sama. Pada mulanya, mesjid juga dipergunakan untuk pendidikan rendah. Akan tetapi, kaum muslimin kemudian lebih suka kalau kepada kanak-kanak diberikan tempat khusus karena kanak-kanak dapat merusak mesjid dan tidak bisa menjaga kebersihan. (Langgulung, 1987: 111).
Muhammad Athiyah al-Abrasyi mengemukakan bahwa dalam masa keemasan Islam pertama, pemuda-pemuda dan orang-orang yang telah berumur bersama-sama duduk di mesjid untuk mengikuti pelajaran-pelajaran yang diberikan. Di antara mereka yang telah menjadi siswa di mesjid itu adalah Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Abbas. (Al-Abrasyi, t.th.: 75).
Bagaimana peranan mesjid sebagai lembaga pendidikan Islam selanjutnya diuraikan oleh (Al-Abrasyi, t.th.: 59). Menurut Al-Abdi, tempat yang terbaik untuk belajar adalah mesjid karena dengan duduk belajar di mesjid itu akan kelihatan hidupnya sunnah, bid'ah-bid'ah dapat dimatikan, dan hukum-hukum Tuhan dapat diungkapkan.
Setelah Islam berkembang, semakin banyak pula jumlah mesjid. Kaum muslimin membina satu mesjid atau lebih dari satu mesjid di tempat-tempat di mana mereka tinggal. Khalifah Umar bin Khatab memerintahkan komandan-komandannya untuk mendirikan mesjid di semua negeri dari kota-kota yang mereka kuasai. Pada abad ketiga hijriah, kota Bagdad sudah penuh dengan mesjid, begitu pula di kota-kota Mesir.
Keadaan ini mengalami pasang surut karena kemudian tujuan duniawi menguasai sebagian pengelola mesjid. Padahal, mereka adalah para ulama juga. Akhirnya, fungsi mesjid bergeser menjadi sumber pencarian rezeki dan benteng fanatisme mazhab, golongan atau pribadi. (An-Nahlawi, 1989: 190-191).
2) Tugas Pesantren
Dari tujuan pendidikan pesantren seperti yang dikemukakan oleh Yusuf Amir Feisal (1995: 183-184) dapat dilihat tugas yang diemban pesantren sebagai berikut:
a. Mencetak ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama. Sesuai dengan Firman Allah dalam QS. Al-Taubah: 9, 122: "Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya".
Golongan ini adalah pengawal umat yang memberi peringatan dan pendidikan kepada umatnya untuk bersikap, berpikir, berprilaku, serta berkarya sesuai dengan ajaran agama.
b. Mendidik muslim yang dapat melaksanakan syari'at agama. Lulusan pesantren, walaupn mereka tidak sampai ke tingkat ulama, adalah mereka yang harus mempunyai kemampuan melaksanakan syariat agama secara nyata dalam rangka mengisi, membina, dan mengembangkan suatu peradaban dalam perspektif islami walaupun mungkin mereka tidak tergolong pada ulama-ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama secara khusus. Dengan perkataan lain, aspek praktisnyalah yang diutamakan.
c. Mendidik agar objek memiliki kemampuan dasar yang relevan dengan terbentuknya masyarakat beragama. Selain dari kedua kelompok di atas, kenyataan membuktikan bahwa setiap kelompok masyarakat dalam bentuk kultur dan peradaban apapun ada sekelompok manusia terakhir ini tidak memiliki komitmen (keterkaitan yang erat) dengan nilai-nilai dan cita-cita yang relevan dengan agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar