Selasa, 30 November 2010

Materi Pendidikan Islam: Pendidikan Jasmani dalam Perspektif Hadis


Oleh: Bukhari Umar
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan total yang mencoba mencapai tujuan untuk mengembangkan kebugaran jasmani, mental, sosial, serta emosional bagi masyarakat, dengan wahana aktivitas jasmani.[1] Dalam pengertian ini terlihat bahwa pendidikan jasmani menekankan pada proses pendidikan yang menggunakan aktivitas jasmani untuk mendapatkan kebugaran dalam berbagai hal.
Di antara tujuan pendidikan jasmani adalah menjaga dan memelihara kesehatan badan, seperti: alat-alat pernafasan, peredaran darah, pencernaan makanan, melatih otot-otot dan urat saraf, melatih kecekatan, ketangkasan dan sebagainya.[2] Sehubungan dengan ini, ditemukan beberapa hadis sebagai berikut:
a. Memanah:
عَنْ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَقُولُ وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ أَلاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ.[3] رواه مسلم
Uqbah ibn Amir berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW. bersabda ketika beliau sedang berada di atas minabar: Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah  memanah! Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah  memanah! Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah  memanah!
Rasulullah SAW. mempunyai perhatian yang serius terhadap olahraga memanah ini. Hal itu dapat dipahami dari satu hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhani.
عن عقبة بن عمير الجهانى مَنْ تَعَلَّمَ الرَّمْيَ ثُمَّ تَرَكَهُ فَقَدْ عَصَانِي.[4] رواه ابن ماجه
Siapa yang telah mempelajari memanah lalu ia tinggalkan berarti ia sudah mendurhakaiku”.
Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa orang yang sudah trampil memanah harus memelihara ketrampilan itu. Meninggalkannya dipandang sebagai salah satu bentuk pelanggaran terhadap anjuran Rasulullah SAW. Itu berarti bahwa beliau sangat mementingkan olahraga ini.
Al-Bazzar dan Thabrani meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Hendaklah kamu memanah karena ia adalah permainanmu yang terbaik.”[5] Senada dengan itu, al-Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. pernah memberikan motivasi kepada sahabat agar mereka bergairah memanah.[6]
Memanah pada dasarnya adalah menggunakan senjata. Senjata dapat berkembang sesuai dengan perubahan zaman. Karena pada saat ini senjata sudah beraneka ragam, maka anjuran memanah itu dapat pula berarti anjuran menggunakan senjata yang modern.

b. Berkuda:
Sehubungan dengan olahraga berkuda ditemukan pula riwayat dari Rasulullah SAW.  Di antaranya hadis riwayat Ibnu Majah dari ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhani:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ... ارْمُوا وَارْكَبُوا وَأَنْ تَرْمُوا أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ تَرْكَبُوا وَإِنَّ كُلَّ شَيْءٍ يَلْهُو بِهِ الرَّجُلُ بَاطِلٌ إِلَّا رَمْيَةَ الرَّجُلِ بِقَوْسِهِ وَتَأْدِيبَهُ فَرَسَهُ وَمُلَاعَبَتَهُ امْرَأَتَهُ... .[7]   رواه ابن ماجه
Memanahlah dan kenderailah olehmu (kuda). Namun, memanah lebih saya sukaidaripada berkuda. Sesungguhnya setiap hal yang menjadi permainan seseorang adalah batil kecuali yang memanah dengan busurnya, mendidik/melatih kudanya dan bersenang-senang dengan istrinya.
Dari hadis di atas dipahami bahwa berkuda dan memanah termasuk olahraga yang disukai oleh Rasulullah SAW. Kemampuan berkuda dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan termasuk berdagang dan berperang. Dalam konteks zaman sekarang, anjuran mengenderai kuda dapat pula diterjemahkan sebagai anjuran menguasai penggunaan teknologi transportasi. Hal ini sangat dibutuhkan oleh umat Islam.
c. Menjaga Pola Makan
Pola makan seseorang akan berpengaruh kepada kesehatan jasmaninya. Oleh sebab itu, selain bahan makanan yang memenuhi persyaratan, polanya harus baik, yaitu tidak berlebihan. Hal ini sesuai dengan firman Allah Surat al-A'raf/7: 31. Hal itu didukung oleh hadis Rasulullah SAW.  Di antaranya hadis riwayat al-Bukhari, al-Tirmizi, dan Ahmad dari Ibnu ‘Umar:
عن ابن عمر قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المْؤُمِنُ يَأْكُلُ فِى مِعًى وَاحِدٍ. وَالْكَافِرُ يَأْكُلُ فِى سَبْعَةِ أَمْعَاء. رواه البخارى.[8]ُ
Ibnu ‘Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda: Orang yang beriman itu makan dengan satu usus (perut), sedang orang kafir makan dengan tujuh usus.
Menurut M. Syuhudi Ismail, secara tekstual hadis tersebut menjelaskan bahwa usus orang yang beriman berbeda dari usus orang kafir. Pada hal dalam kenyataan yang lazim, perbedaan anatomi tubuh manusia tidak disebabkan oleh perbedaan iman. Dengan demikian, pernyataan hadis itu merupakan ungkapan simbolik. Itu berarti harus dipahami secara kontekstual.
Perbedaan usus dalam matan hadis tersebut menunjukkan perbedaan sikap atau pandangan dalam menghadapi nikmat Allah, termasuk tatkala makan. Orang yang beriman memandang makan bukan sebagai tujuan hidup, sedangkan orang kafir menempatkan makan sebagai bagian dari tujuan hidupnya. Karenanya, orang yang beriman mestinya tidak banyak menuntut dalam kelezatan makan.[9] Itu berarti juga bahwa orang yang beriman itu harus membatasi makanannya. Makan harus didasarkan pada kebutuhan tubuh bukan pada selera nafsu belaka.
d. Menjaga Kesersihan
Kebersihan sangat berpengaruh kepada kesehatan dan keadaan jasmani seseorang. Oleh sebab itu,  Rasulullah SAW. sangat memperhatikan masalah kebersihan ini. Wujud perhatian beliau dapat dilihat dalam hadis berikut ini:
عن أبي مالك الأشعري قال  : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم الطُّهُوْرُ شَطْرُ الإِيْمَانِ ... [10]
Abi Malik bercerita bahwa Rasulullah SAW. bersabda, kebersihan itu sebagian dari iman …(HR Muslim dari Abi malik al-Asy’ariy)

Rasulullah SAW. senang kepada keteraturan, kebersihan, pemandangan yang indah dan yang baik-baik. Beliau benci kepada ketidak-teraturan, kekotoran, pemandangan yang jelek dan bau busuk. Wuduk sebelum salat itu adalah kebersihan dan ibadah. Mandi adalah kebersihan. Islam mengajak kepada kebersihan tubuh, hati, pakaian, rumah dan jalan.[11]
Bukti perhatian Rasulullah SAW. terhadap kebersihan dapat dilihat dalam hadis-hadis baik fi’liyah maupun qauliyah. Di antaranya, beliau telah memberikan keteladanan dalam hal menjaga kebersihan. Beliau senatiasa menggosok gigi, mandi dan beristinjak sehabis buang hajat. Aisyah meriwayatkan bahwa Nabi SAW. menggosok gigi ketika masuk (datang) ke rumahnya.[12] Huzaifah berkata, Nabi SAW. ketika bangun pada malam hari untuk salat, beliau membersihkan mulutnya dengan siwak (menggosok gigi).[13]
Menjaga kebersihan mulut dan gigi sangat besar manfaatnya bagi kesehatan. Membiarkannya dalam keadaan kotor dapat mengundang berbagai penyakit, bahkan bila berlangsung lama, kotoran mulut dan gigi dapat membawa malapetaka bagi kesehatan seseorang. Perhatian dan kesungguhan Nabi menjaga kebersihan tersebut perlu dicontoh walaupun teknik dan alat yang dipergunakan dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Perhatian Rasulullah SAW. yang lebih serius lagi terhadap masalah kebersihan gigi dan mulut ini dapat dilihat dalam hadis riwayat Muslim dari Abi Hurairah:
عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال: لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى المُؤْمِنِيْنَ (وَفِى حَدِيْثِ زُهَيْرٍ، عَلَى أُمَّتِى) لأََمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عَنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ.[14] رواه مسلم
Sekiranya tidak akan memberatkan bagi orang-orang yang beriman (dalam riwayat Zuhayr, bagi umatku) tentu aku menyuruh mereka menggosok gigi ketika mendirikan setiap salat.
Dari beberapa hadis di atas terlihat bahwa Rasulullah saw. sangat memperhatikan kebersihan dan kesehatan jasmani. Itu berarti bahwa beliau mendidik umatnya agar memperhatikan jasmani dengan mtode keteladanan dan motivasi.


[1]Sukintaka, Filosofi Pembelajaran & Masa Depan Teori Pendidikan Jasmani , (Bandung: nuansa, 2004), h. 16 
[2] M.Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, cet. ke-6, Bandung: Remaja Rosda Karya 2009, cet.ke-19, 188
[3]Al-Hafizh Abi Abdillah Muhammad ibn Yazid Al-Qazwiniy (Al-Qazwiniy), Sunan Ibn Mājah, Juz II, (t.t.: Dar al-Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, t.th), h. 940
[4]Ibid.
[5]Lihat, Abdullah ‘Ulwan, Tarbiyat al-Awlād fi al-Islām, I, (Beirut; Dar al-Salam, 1401 H  = 1981 M), h. 215
[6]Al-Bukhariy, Op.cit., Juz 2, h. 1134
[7]Al-Hafizh Abi Abdillah Muhammad ibn Yazid Al-Qazwiniy, loc.cit
[8]Al-Bukhariy., Op.cit., Juz 3, h. 2231
[9]M.Syuhudi Ismail, op. cit., h. 21
[10]Muslim, Op.cit., Juz I, h. 203
[11]Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, ‘Azhamat al-Rasûl Shallâ Allâh ‘Alayh wa Sallam, (t.tp. Dar al-Qalam, 1966), h. 317
[12] Muslim, op.cit., Juz I,  h. 220
[13]Lihat, Al-Bukhari, op. cit., Juz 1, h. 109
[14]Muslim, op. cit., h. 220

1 komentar: