Selasa, 30 November 2010

Lembaga Pendidikan Islam
Oleh: Bukhari Umar
Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga menurut bahasa adalah "badan" atau "organisasi" (tempat berkumpul). (Depdikbud, 1994: 851). Badan (lembaga) pendidikan, menurut Ahmad D. Marimba adalah organisasi atau kelompok manusia yang karena satu dan lain hal memikul tanggung jawab pendidikan kepada siterdidik sesuai dengan badan tersebut (Marimba, 1987: 56).
Lembaga pendidikan Islam ialah suatu bentuk organisasi yang diadakan untuk mengembangkan lembaga-lembaga Islam yang baik yang permanen maupun yang berubah-ubah dan mempunyai pola-pola tertentu dalam memerankan fungsinya, serta mempunyai struktur tersendiri yang dapat mengikat individu yang berada dalam naungannya, sehingga lembaga ini mempunyai kekuatan hukum tersendiri. (Muhaimin, 1993: 286).
Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa lembaga pendidikan Islam adalah tempat atau organisasi yang menyelenggarakan pendidikan Islam yang mempunyai struktur yang jelas dan bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan  Islam. Oleh karena itu, lembaga pendidikan Islam tersebut harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan terlaksananya pendidikan dengan baik, menurut tugas yang diberikan kepadanya, seperti sekolah (madrasah) yang melaksanakan proses pendidikan Islam.
Jenis Lembaga Pendidikan Islam
Menurut Sidi Gazalba, lembaga yang berkewajiban melaksanakan pendidikan Islam itu adalah:
1)      Rumah tangga, yaitu pendidikan primer untuk fase bayi dan fase kanak-kanak sampai usia sekolah. Pendidiknya adalah orang tua, sanak kerabat, famili, saudara-saudara, teman sepermainan, dan kenalan pergaulan.
2)      Sekolah, yaitu pendidik sekunder yang mendidik anak mulai dari usia masuk sekolah sampai ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidiknya adalah guru yang professional.
3)      Kesatuan sosial, yaitu pendidikan tertier yang merupakan pendidikan yang terakhir tetapi bersifat permanen. Pendidiknya adalah  kebudayaan, adapt istiadat, dan suasana masyarakat setempat (Gazalba, 1970: 26 -27)
Zuhairini (1992: 177) mengemukakan bahwa pada garis besarnya, lembaga-lembaga pendidikan Islam itu dapat dibedakan kepada tiga macam, yaitu: keluarga, sekolah, dan masyarakat.
1.      Keluarga
Menurut Hammudah Abd al-Ati, definisi keluarga secara operasional adalah suatu struktur yang bersifat khusus satu sama lain dalam keluarga mempunyai ikatan lewat hubungan darah atau pernikahan. (Al-Ati, t.th.: 9).
System kekeluargaan yang diakui oleh Islam adalah "al-usrat al Zawjiyyah" (suami istri) yaitu keluarga yang terdiri atas suami, istri dan anak-anak yang belum cukup umur atau berumah tangga. Anak yang telah menikah dipandang telah membuat keluarga pula. (Al-Syaibani, 1979: 205).
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama, tempat peserta didik pertama kali menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya atau anggota keluarga yang lain. Keluargalah yang meletakkan dasar-dasar kepribadian anak karena pada masa ini, anak lebih peka terhadap pengaruh pendidik (orang tuanya). (Zuhairini, 1991: 177).
Lembaga pendidikan pertama dalam Islam adalah keluarga atau rumah tangga. Dalam sejarah tercatat bahwa rumah tangga yang dijadikan basis dan markas pendidikan Islam adalah rumah Arqam bin Abi Arqam. Rumah sebagai lembaga pendidikan dalam Islam sudah diisyaratkan oleh Alquran, seperti yang terkandung dalam Q.S. As-Syura, 26: 214 yang terjemahannya "Berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat".
2.      Sekolah (Madrasah)
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang sangat penting sesudah keluarga. Semakin besar anak, semakin banyak kebutuhannya. Karena keterbatasannya, orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan anak tersebut. Oleh karena itu, orang tua menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada sekolah.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan, pendidikan, dan pengajaran dengan sengaja, teratur dan terencana (Daradjat, 1993: 77). Pendidikan yang berlangsung di sekolah bersifat sistematis, berjenjang dan dibagi dalam waktu-waktu tertentu yang berlangsung dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. (Marimba, 1987: 61)
Masa sekolah bukan satu-satunya masa bai setiap orang untuk belajar. Namun disadari bahwa sekolah merupakan tempat dan saat yang strategis bagi pemerintah dan masyarakat untuk membina peserta didik dalam menghadapi kehidupan masa depan.
Tugas guru dan pimpinan sekolah, di samping memberikan pendidikan budi pekerti dan keagamaan, juga memberikan dasar-dasar ilmu pengetahuan. Pendidikan budi pekerti dan keagamaan di sekolah haruslah merupakan lanjutan, setidak-tidaknya jangan bertentangan dengan apa yang diberikan dalam keluarga.
3.      Masyarakat
Masyarakat turut serta dalam memikul tanggung jawab pendidikan. Masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan Negara, kebudayaan dan agama setiap masyarakat. Masyarakat mempunyai pengaruh besar terhadap pendidikan anak terutama para pemimpin masyarakat atau penguasa yang ada di dalamnya.
Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang kedua setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan ini telah dimulai sejak anak-anak, berlangsung beberapa jam dalam satu hari selepas dari pendidikan keluarga dan sekolah. Corak pendidikan yang diterima peserta didik dalam masyarakat ini banyak sekali, yaitu meliputi segala bidang, baik pembentuk kebiasaan, pembentukan pengetahuan, sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan. (Zuhairini, 1992: 180).
Di antara badan-badan pendidikan kemasyarakatan dapat disebutkan antara lain:
1)      Kepanduan (pramuka)
2)      Perkumpulan-perkumpulan olah raga;
3)      Perkumpulan-perkumpulan pemuda dan pemudi;
4)      Perkumpulan-perkumpulan sementara, seperti Panitia Hari Besar Islam;
5)      Kesempatan-kesempatan berjemaah, seperti hari Jumat, acara tabligh, adanya kerabat yang meninggal dunia;
6)      Perkumpulan-perkumpulan perekonomian seperti koperasi;
7)      Partai-partai politik; dan
8)      Perkumpulan-perkumpulan keagamaan. (Marimba, 1987: 64).
Aktivitas dan interaksi antarsesama manusia dalam badan-badan di atas banyak mempengaruhi perkembangan kepribadian anggota-anggotanya. Bila di dalamnya hidup suasana yang islami, maka kepribadian anggotanya cenderung berwarna islami pula. Sebaliknya jika aktvitas dan interaksi di dalamnya bercorak sekuler, maka kepribadian anggotanya akan cenderung begitu pula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar