Selasa, 30 November 2010

Materi Pendidikan Islam:
Pendidikan Intelek/Akal dalam Perspektif Hadis

Oleh: Bukhari Umar

Pendidikan akal adalah  proses meningkatkan kemampuan intelektual anak, ilmu alam, teknologi dan sains modern sehingga anak mampu menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu pengetahuan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagi hamba Allah dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan oleh Allah. Sehubungan dengan ini ditemukan hadis antara lain:
عن بن عمر قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم تَفَكَّرُوْا فِي آلآءِ اللهِ وَلاَتَتَفَكَّرُوْا فِي اللهِ.[1] رواه الطبرانى
Dari Ibn Umar, ia berkata:Rasulullah saw. bersabda: berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah SWT dan jangan kamu memikirkan "esensi, zat" Allah.
Dalam hadis ini, Rasulullah saw. mendorong umatnya agar berpikir sebebabas-besarnya asal di daerah ciptan-Nya, alam semesta. Akan tetapi karena keterbatasan akal, Allah melarang memikirkan zat Allah karena akan menimbulkan kesalahan dan kerusakan.
Rasulullah SAW juga memperingatkan sikap takild buta yang selalu menuruti dan mengikuti pendapat orang lain. Diriwayatkan dari Hudzaifah RA, bahwa Rasulullah SAW pernah berkata:
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ تَكُونُوا إِمَّعَةً تَقُولُونَ إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَحْسَنَّا وَإِنْ ظَلَمُوا ظَلَمْنَا وَلَكِنْ وَطِّنُوا أَنْفُسَكُمْ إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوا وَإِنْ أَسَاءُوا فَلاَ تَظْلِمُوا[2].رواه الترمذى
Dari Khuzaifah, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: Janganlah kalian semua menjadi penjilat (oportunis) yang mengatakan bahwa (sekelompok,) manusia telah berbuàt baik kepada kami karena mereka telah berbuat baik dan mengatakan bahwa mereka telah berbuat zalim kepada kami karena mereka berbuat zalim kepada kalian. Akan tetapi, persiapkanlah diri kalian semuanya, jika ada manusia telah berbuat baik, maka kalian harus berbuat baik. Dan jika mereka berbuat buruk, maka janganlah kalian berbuat zalim.
Dalam hadis ini, Rasulullah SAW menganjurkan kepada umatnya supaya menggunakan akalnya dalam membedakan antara kebenaran dan kebatilan atau antara kebaikan dan keburukan. Rasulullah SAW juga menganjurkan kepada umatnya supaya meyakini hasil berpikir yang benar dan baik serta melarang umatnya untuk mengikuti pendapat orang lain, apalagi meniru amalan mereka tanpa berusaha meneliti kebenarannya. Supaya umatnya dapat berpikir dengan benar, maka Rasulullah SAW bertindak tegas memerangi khurafat sebagaimana terlihat dalam hadis berikut ini:
 عن الْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ يَقُولُ انْكَسَفَتِ الشَّمْسُ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ ، فَقَالَ النَّاسُ انْكَسَفَتْ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِىَ ». رواه البخارى
Dari Al-Mughirah, ia berkata: terjadi gerhana matahari ketika anak Rasulullah SAW Ibrahim, meninggal dunia. Para sahabat berkata bahwa gerhana matahari itu terjadi karena kematian Ibrahim. Maka, Rasulullah SAW mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan tanda Tuhan, keduanya tidak akan tenggelam (gerhana) karena kematian atau kebidupan seseorang. Apabila kamu melihat keduanya, maka berdoalah kepada Allah dan dirikanlah salat.

Dalam hadis ini dengan tegas Rasulullah SAW. telah menolak kepercayaan yang tidak memiliki dasar (khurafat). Bahkan, Rasulullah SAW. mengancam keras orang-orang yang percaya kepada hasil ramal dukun, shir  dan tukan tenung.
Rasulullah SAW juga memerangi setiap bentuk ilusi dan khurafat. Dan karena beliau memerangi segala bentuk ilusi dan khurafat ini, maka dengan sendirinya beliau telah membebaskan akal sahabatnya dari pengaruh ilusi
dan khurafat tersebut. Beliau juga telah membangkitkan cara berpikir yang benar dan membangun budaya berpikir untuk pertumbuhan peradaban Islam. Kondisi ini memungkinkan munculnya masa kebangkitan ilmiah dalam Islam.[3]
Dalam proses pembelajaran yang mengacu kepada pencerahan akal, Rasulullah saw. sering melakukan dialog dengan para sahabat. Di antaranya dapat dilihat dalam hadis berikut ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ.[4] رواه مسلم
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: Tahukah kamu apa yang dikatakan ghibah"? Sahabat menjawab, Allah dan Rasulnya yang lebih tahu. Beliau berkata: Kamu menyebut saudaramu tentang hal-hal yang tidak disukainya (di belakangnya). Dikatakan kepadanya, bagaimana kalau yang disebut benar terdapat pada diri orang yang diperkatakan itu. Jawab Rasulullah, jika benar terdapat pada dirinya apa yang kamu katakan itu, maka kamu telah melakakukan ghibah. Bila tidak benar, maka kamu telah mengada-ada.
Dalam hadis ini, Rasulullah SAW. telah menggunakan metode tanya jawab (dialog) untuk merangsang pikiran para sahabat. Kendatipun dalam hal ini, sahabat menyerahkan jawabannya kepada Nabi, namun paling tidak Nabi telah membuka cakrawala berpikir mereka. Itu akan berbeda bila beliau langsung menjelaskan materi yang diinginkannya tanpa diawali dengan pertanyaan.
Metode tanya jawab ini memang sangat banyak keuntungannya bagi peserta didik dalam mengembangkan pemikirannya. Armai Arif mengemukakan keuntungan metode tanya jawab ini. Di antaranya: (1) Mendorong murid lebih aktif dan bersungguh-sungguh, dalam arti murid biasanya kurang mencurahkan perhatian, maka dengan diskusi ia akan lebih berhati-hati dan aktif mengikuti pelajaran, (2). Walau agak lambat, guru dapat mengontrol pemahaman atau pengertian murid pada masalah-masalah yang dibicarakan, (3). Pertanyaan dapat memusatkan perhatian siswa sekalipun ketika itu siswa sedang ribut, Jadi metode tanya jawab bisa digunakan dalam berbagai kondisi khususnya dalam situasi di mana konsentrasi murid melemah, (4).  Merangsang siswa untuk melatih dan mengembangkan daya fikir, termasuk daya ingatan, dan (5). Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapatnya.[5] Dengan demikian,  Rasulullah SAW. telah menggunakan metode yang efektif dalam proses pembelajaran.



[1]Al-Thabraniy, Al-Mu'jam ah-Awsath li al-Thabraniy, Juz 6, h. 250 dalam Al-Maktabah al-Syamilah.
[2]Al-Tirmiziy, Op.cit., Juz 3, h. 246
[3]Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadis, Judul Asli "Al-Hadîs wa 'Ulûm al-Nafs" Terejemahan Zaenuddin Abu Bakar dan Syafruddin Azhar, (Jakarta: PT PustakaAl Husna Baru, 2004), cet. ke-1, h. 152
[4] Muslim, Op.cit., Juz 4, h. 2001
[5]Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), cet. ke-1, h. 143

1 komentar:

  1. Alhamdulillah y Allah,, makasih y pak,, mudah2n ilmu yang bapak berikan kpd anak bapak ini,,biarlah Allah yang mmbalasnya dg pahala yang berlipat ganda, dan mudah2n mnjd ilmu yang bermanfaat..


    selamat jalan y pak...mudah2n amal ibadah bapak d trima d sisi Nya, amin allahumma amin...

    BalasHapus