Oleh: Bukhari Umar
Metode pengulangan adalah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ وَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ فَرَجَعَ يُصَلِّي كَمَا صَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ثَلَاثًا فَقَالَ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا أُحْسِنُ غَيْرَهُ فَعَلِّمْنِي فَقَالَ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا وَافْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا.[1] رواه البخارى
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW masuk masjid, maka masuklah seorang laki-laki dan melakukan shalat, lalu ia memberi salam kepada Nabi SAW dan beliau pun menjawab salamnya seraya bersabda. “Kembali dan shalatlah, karena sesungguhnya engkau belum shalat.” Kemudian ia datang memberi salam kepada Nabi SAW, dan beliau bersabda. Kemba1i dan salatlah, karena sesungguhnya engkau belum shalat” (tiga kali). Laki-Iaki itu berkata, ‘Demi Zat yang mengutusmu dengan benar, aku tidak dapat melakukan yang lebih baik darinya. maka ajarilah aku. Beliau SAW bersabda, “Apabila engkau berdiri untuk shalat maka hertakbirlah, kemudian bacalah apa yang mudah bugimu dari Alquran, lalu rukuklah hingga engkau tuma‘ninah (tenang) dalam rukuk. Kemudian bangkitlah hingga engkau berdiri lurus. Kemudian sujudlah hingga engkau tuma‘ninah dalam sujud, lalu bangkitlah hingga engkau tuma‘ninah dalam duduk. Lakukun yang demikiun itu pada seluruh shalatmu.
Hadis di atas menginformasikan beberapa hal, di antaranya: (1) Nabi saw. melihat seorang laki-laki mendirikan salat dalam masjid, (2) Setelah salat, laki-laki itu datang kepada Nabi dan mengucapkan salam dan Nabi menjawabnya, (3) Nabi menyuruhnya mengulang salatnya karena belum benar, (4) Laki-laki itu mengulang salat dengan cara seperti pertama kali, (5) Nabi menyuruh ulang lagi sampai tiga kali, (6) Laki-laki itu mengulang salatnya sampai tiga kali pula. (7) Sesudah itu, laki-laki itu mengaku bahwa ia tidak mampu lagi melakukan salat lebih baik daripada itu dan meminta Nabi mengajarnya, dan (8) Nabi mengajarkan kaifiat salat yang benar. Di sini, Rasulullah saw. tidak langsung mengajar sahabat bagaimana tatacara salat yang benar, tetapi menyuruhnya terlebih dulu secara berulang-ulang. Dalam kasus ini terlihat prinsip metode pengulangan yang digunakan oleh Rasulullah saw. Dengan digunakannya oleh Rasulullah saw. metode pengulangan ini, sahabat terkesan dan harus bersungguh-sungguh dan berhati-hati memperhatikan apa yang akan diajarkan oleh Rasulullah saw. Hal ini diperlukan agar materi yang diajarkan memberikan kesan yang kuat dalam memori orang yang diajar.
Pengajaran memerlukan banyak pengulangn. Pengulangan bahan yang telah dipelajari akan memperkuat hasil belajar. Kenyataan tersebut telah dibuktikan oleh para ahli psikologi pendidikan modern seperti konsep teori “Conditional Stimuli and Responses” sebagai natijah dari exsperiment Pavlov.[2] Syaibany juga menyatakan bahwa Alquran banyak melakukan pengulangan yang dapat dijadikan dalil untuk memperkuat perlunya prinsip pengulangan ini dipertimbangkan.[3] Pengulangan dalam proses belajar mengajar berlandaskan kepada dua hal. Pertama, individu pada umumnya berkecenderungan meniru orang lain, apalagi orang yang ditiru cukup berpengaruh ( misalnya karena faktor identifikasi dan simpatik). Kedua peniruan dan pengulangan memperhatikan efektivias yang tinggi. Nabi Muhammad ketika menerima wahyu yang pertama dalam keadaan “meniru dan mengulang” apa yang disampaikan oleh Jibril.
Dalam pelaksanaannya, pengulangan dapat dilakukan sebelum pemberian materi pelajaran dan dapat pula sesudah penyampaian bahan pelajaran. Pengulangan yang dilakukan sebelum penyampaian materi pelajaran dimaksudkan untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik sehubungan dengan materi yang akan diajarkan dan dapat pula untuk meningkatkan daya konsentrasi peserta didik terhadap materi yang akan diajarkan. Pengulangan yang dilakukan setelah pemberian materi dimaksudkan untuk mempertinggi penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang sudah diterima.
Dalam hadis di atas, Rasulullah saw. menggunakan pengulangan sebelum mengajarkan kaifiat salat. Dengan metode ini, sahabat yang bersangkutan memiliki minat dan konsentrasi yang tinggi terhadap materi pelajaran yang akan diajarkan oleh Nabi.
Pengulangan tawaran opini atau pemikiran tertentu kepada seseorang biasanya akan menyebabkan opini atau pemikiran tersebut tertanam kuat di dalam benaknya. Beberapa studi para psikolog modern mengungkapkan pentingnya pengulangan dalam proses belajar.[4] Pengulangan dapat meningkatkan perhatian seseorang terhadap objek yang diulangkan. Perhatian ini sangat dibutuhkan dalam proses belajar.
Perhatian merupakan faktor penting dalam belajar, menimba pengetahuan, dan memperoleh ilmu. Jika seseorang tidak memerhatikan, misalnya, suatu perkuliahan, ia tidak akan dapat memahami informasi-informasi yang terdapat dalam perkuliahan itu. Lebih jauh lagi, ia tidak akan dapat mempelajari dan mengingat perkuliahan itu untuk selanjütnya. Oleh karena itu, para pengajar dan pendidik selalu berusaha membangkitkan perhatian siswa-siswa agar mereka dapat menyerap, memahami dan mempelajari pelajaran.
Nabi sendiri telah mengkhususkan waktu tiga tahun berturut-turut untuk menanamkan perintah penting dalam Islam, yaitu perintah salat. Betapa pentingnya kedudukan salat itu dapat dipahami dari firman Allah dalam A1quran disebutkan, “Perintahkanlah keluargamu mengerjakan salat dan hendaklah bersabar melaksanakannya.”[5] Mendidik anak mengerjakan salat membutuhkan kesabaran dan perintah yang berulang-ulang. Setiap waktu salat masuk, orang tua harus menyuruh anaknya mengerjakan salat. Orang tua tidak boleh bosan dalam melaksanakan kewajiban ini.
Menurut Ali Al-Jumbulati, psikologi modern memandang bahwa pengulangan itu merupakan salah satu metode belajar yang baik, karena dapat memperbaiki pengetahuan pada tahap permulaannya yang sesuai dengan teori- kemampuan menangkap pengertian manusia terhadap obyek pengamatan (seperti telah diuraikan dalam teori Gestalt).[6]
عَنْ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أَنَّ رَجُلاً تَوَضَّأَ فَتَرَكَ مَوْضِعَ ظُفُرٍ عَلَى قَدَمِهِ فَأَبْصَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ فَرَجَعَ ثُمَّ صَلَّى.[7] رواه البخارى
Umar ibn Khattab meriwayatkan bahwa seorang laki-laki berwuduk lalu ia meninggalkan membasuh tumitnya selebar kuku. Hal itu dilihat oleh Nabi SAW. Lalu, beliau bersabda: Ulangilah dan perbaiki wudukmu. Seterusnya, laki-laki itu mengulang wuduknya lalu mengerjakan salat.
Dalam hadis ini, Rasulullah saw. mengajarkan cara berwuduk setelah melihat ada rukun wuduk sahabat yang tidak sempurna. Beliau menyuruh sahabat itu mengulangi wuduknya.
Metode praktik langsung dan pengulangan ini sangat penting dalam pembelajaran agama Islam terutama masalah ibadah agar peserta didik mampu memahami dan melaksanakan sesuai dengan kaifiyat yang benar. Tanpa praktik dan pengulangan, ilmu pengetahuan yang diperoleh oleh peserta didik tidak aplikatif dan tidak fungsional.
[1] Al-Bukhariy, Op.cit., Juz 1, h. 297
[2]Lihat, James V. Mc Connel, dalam Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: kalam Mulia, 1990), h. 95
[3]Lihat, Omar Mohammad Al-Thoumy Al-Syaibani,, Falsafah Pendidikan Islam, Terjemahan Hasan Langgulung, (Jakarta, Bulan Bintang, 1979), h. 610
[4] Lihat, Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al-Quran Terapi Qurani dalam Penyembuhan Gangguan Kejiwaan, Judul Asli "Al-Qur'ân wa 'Ilm al-Nafs" Terejemahan M. Zaka Al-Farisi, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), cet. ke-1, h. 282
[5]QS. Thâhâ: 132
[7]Ahmad Ibn Hanbal, Op.cit., Juz 1, h. 140
Tidak ada komentar:
Posting Komentar