Sabtu, 04 Desember 2010

Metode Pendidikan dalam Hadis: Metode Mau'izhah

Oleh: Bukhari Umar
 Metode mau'izhah adalah  mengingatkan seseorang terhadap sesuatu yang dapat meluluhkan hatinya  dan sesuatu itu dapat berupa pahala maupun siksa, sehingga dia menjadi ingat.[1] Sehubungan dengan ini terdapat hadis:
عن عُمَرَ بْنَ أَبِي سَلَمَةَ يَقُولُ كُنْتُ غُلاَمًا فِي حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِي بَعْدُ.[2] رواه البخارى
Umar bin Abi Salmah ra. berkata, “Dulu aku menjadi pembantu di rumah Rasulullah saw.. Ketika makan, biasanya aku mengulurkan tanganku ke berbagai penjuru. Melihat itu beliau berkata, ‘Hai ghulam, bacalah basmallah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang ada di dekatmu.
Riwayat di atas menyiratkan beberapa nilai tarbawiyah yang dapat kita terapkan dalam mendidik anak. Sehubungan dengan hadis ini, Najib Khalid al-Amir menjelaskan bahwa:
1.    Rasulullah saw. senantiasa menyempatkan untuk makan bersama anak-anak. Cara tersebut akan mempererat keterikatan batin antara seorang pendidik dengan anak didiknya. Dengan begitu, kita dapat meluruskan kembali berbagai kekeliruan yang mereka lakukan melalui dialog terbuka dan diskusi. Alangkah baiknya jika ibu dan bapak berkumpul dengan anak-anaknya ketika makan bersama, sehingga mereka merasakan pentingnya peran kedua orang tua. Hal ini juga dapat mempermudah meresapnya segala nasihat orang tua kepada anak-anaknya baik itu nasihat dalam hal perilaku, keimanan, atau pendidikan.
2.    Waktu yang beliau pilih pun sangat tepat. Beliau segera menegur ketika kekeliruan Umar bin Abi Salmah itu terjadi berulang-ulang sebelum kebiasaan tersebut menjadi kebiasaan sehari-hari. Jika dibiarkan, kekeliruan akan sulit diluruskan. Kalaupun dapat, kita membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak lagi. Karenanya, mengacu pada metode Rasulullah saw. di atas, kita harus sesegera mungkin meluruskan kebiasaan jelek anak ana kita. Model pendidikan ini wajib diambil sari patiny oleh para orang tua dan pendidik zaman sekarang.
3.    Sebagai seorang pendidik, Rasuluflah saw. memangglil anak dengan panggilan yang menyenangkan, seperti “wahai ghulam”. Abu Salmah pun menyenangi panggilan tersebut. Cara tersebut cukup efektif menarik perhatian anak sehingga mereka tidak kesulitan menerima nasihat. lronisnya, yang kita saksikan dewasa mi, jika melihat kekeliruan anak-anaknya, para orang tua marah besar sambil memanggil dengan sejelek-jelek nama. Hal itu menjadikan anak jauh dari orang tuanya dan nasihat akan sulit mereka terima.
4.    Rasulullah saw. tidak hanya meluruskan kesalahan Abu Salmah dalam hal berpindah-pindah tangan. Seluruh nasihat beliau ungkapkan, mulai dari adab duduk ketika makan. Berpedoman pada cara tersebut, para orang tua harus mencari sumber kekeliruan. Misalnya, ketika orang tua tahu bahwa penyebab anaknya merokok adalah pengaruh pergaulan dengan teman-temannya, orang tua bertugas mengambil rokok dan melarang anaknya membeli rokok serta bergaul dengan teman-ternan yang membawa pengaruh jelek itu, Mudah-mudahan setelah itu para orang tua tak melihat lagi kenakalan anaknya.
5.    Susunan nasihat yang tepat pun harus diperhatikan. Rasulullah sendiri melalui hadis di atas telah memberikan contoh. Susunan yang akurat dan ilmiah sangat membantu upaya meluruskan kesalahan. Dalam nasihatnya, Rasulullah saw. menyatukan hati ghulam dengan Rabb-nya ketika memulai bersantap dengan menyuruhnya membaca basmalah. Cara tersebut merupakan pengarahan yang fitrah bagi otak anak untuk mencintai Allah SWT sekaligus memberikan pengertian bahwa Dialah yang memberikan rezeki makanan, tanpa Dia pastilah kita akan mati kelaparan dan kehausan. Dengan begitu, kecintaan mereka kepada Allah akan bertambah. Saat mereka rnulai mencintai Rabb, saat itu pula tertancaplah dalam pikiran dan benak mereka kesiapan menerima segala apa yang diserukan Allah SWT. Dengan begitu, para pendidik telah berhasil menyambungkan tali penghubung antara anak didik dengan Penciptanya.[3]
Abdurrahman An-Nahlawi mengemukakan bahwa dari sudut psikologi dan pendidikan, pemberian nasihat itu menimbulkan beberapa hal, yaitu: (1). Membangkitkan perasaan-perasaan ketuhanan yang telah dikembangkan dalam jiwa setiap peserta didik melalui dialog, pengamalan ibadah, praktik, dan metode lainnya, (2). Membangkitkan keteguhan untuk senantiasa berpegang pada pemikiran ketuhanan yang sehat, (3). Membangkitkan keteguhan untuk berpegang pada jamaah yang beriman, dan (4). Penyucian dan pembersihan diri yang merupakan salah satu tujuan utama dalam pendidikan Islam.[4]
Memberikan mau'izhah/nasihat merupakan pekerjaan penting dan sering efektif dalam pendidikan Islam. Akan tetapi, banyak orang yang tidak menggunakannya, bahkan juga orang tua. Seyogianya, pendidik banyak menggunakan ibrah/nasihat yang menyentuh, menyejukkan hati dan menggugah emosi peserta didik seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

 Di samping mempelajari tafsir dan hadis, kita juga dapat belajar berbisnis praktis untuk memperoleh penghasilan tambahan. Ingin tahu? Klik di SINI.


 





[1]Lihat, Abdurrahman An-Nahlawi, Op.cit., h. 289
[2] Al-Bukhariy, Op.cit., Juz 3, h. 2224
[3]Al-Amir, Najib Khalid, Tarbiyah Rasulullah, terj. Ibnu Muhammad dan Fakhruddin Nursyam, cet. ke-3, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 32-34
[4]Lihat. Abdurrahman An-Nahlawi, Op.cit., h. 293-294

Tidak ada komentar:

Posting Komentar