Selasa, 30 November 2010

Membina Akhlak Anak dengan Keteladanan


Oleh: Bukhari Umar

Bila diperhatikan realitas yang ada pada zaman sekarang, terlihat fenomena bahwa masalah keteladanan kurang mendapat perhatian yang sungguh di kalangan para pendidik. Para pendidik dalam berbagai jalur pendidikan berusaha keras untuk mentransfer berbagai ilmu dan keterampilan kepada peserta didik dan seolah-olah mereka sudah merasa puas dengan prestasi akademik dan skill yang diraih oleh anak-anak mereka. Persoalan akhlak nyaris luput dari perhatian para pendidik. Bahkan ada pendidik yang memicu kerusakan akhlak di kalangan peserta didik dengan menampilkan akhlak-akhlak tercela dalam lingkungan peserta didiknya.

Keteladanan merupakan alat yang efektif dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Bila dicermati sejarah pendidikan Islam pada zaman Rasulullah Saw, dapat dipahami bahwa salah satu faktor terpenting yang membawa beliau kepada keberhasilannya adalah keteladanan (uswah). Rasulullah sangat banyak menggunakan keteladanan dalam mendidik para sahabatnya.
Bila dikaitkan dengan tujuan pengajaran (ranah kognitif, afektif dan psikomotor), akhlak berada pada ranah afektif dan psikomotor. Setiap pendidik seyogianya berusaha keras untuk membina akhlak ini sebagaimana juga ia mengerahkan kemampuannya untuk menambah ilmu pengetahuan anak dan membentuk sikap serta keterampilan yang lain. Akhlak justru merupakan jiwa pendidikan Islam.
Dalam kehidupan ini, Manusia banyak belajar tentang berbagai kebiasaan dan tingkah laku melalaui proses peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Anak mulai mempelajari bahasa dengan meniru kedua orang tua dan saudara-saudaranya dengan mengucapkan kata-kata secara berulang kali. Tanpa terbiasa mendengar orang mengucapkan suatu kata, manusia tidak bisa berbahasa lisan.
Model selalu menjadi guru yang baik dan yang diperbuat seseorang dapat berdampak luas, lebih jelas dan lebih berpengaruh daripada yang dikatakan.  Hal itu mudah dipahami mengingat kecenderungan meniru yang ada pada setiap manusia, bukan saja pada anak-anak melainkan juga orang dewasa. Perbedaannya adalah dalam intensitasnya. Orang dewasa meniru sambil menyeleksi dan memodifikasi seperlunya. Lain halnya dengan anak-anak.Dalam segala hal anak merupakan peniru yang ulung. Sifat peniru ini merupakan modal yang positif dalam pendidikan keagamaan pada anak. Anak-anak pada usia tertentu cenderung meniru dan mengambil alih apa saja yang ada, tanpa mengetahui manfaat dan mudaratnya.
Dilihat dari segi sifatnya dapat dibedakan dua macam keteladanan, yaitu sengaja dan tidak sengaja. Keteladanan yang disengaja adalah keadaan yang sengaja diadakan oleh pendidik agar diikuti atau ditiru oleh peserta didik, seperti memberikan contoh membaca yang baik dan mengerjakan salat dengan benar. Keteladanan ini disertai penjelasan atau perintah agar diikuti. Keteladanan yang tidak disengaja adalah keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhlasan dan sebagainya. Dalam pendidikan Islam, kedua macam keteladanan tersebut sama pentingnya. Keteladanan yang tidak disengaja dilakukan secara informal, sedangkan yang disengaja dilakukan dengan formal. Keteladanan yang dilakukan secara informal itu kadang-kadang lebih efektif daripada yang formal.
Keteladanan merupakan teknik pendidikan yang efektif dan sukses.). Hal itu berlaku terutama bagi anak-anak usia sekolah. Hal itu disebabkan oleh ketertarikan dan kesenangan anak. Anak-anak pada masa usia sekolah tertarik dan senang dengan kegiatan-kegiatan keagamaan yang mereka lihat dikerjakan oleh orang dewasa dalam lingkungan mereka.
Pendidikan akhlak adalah proses pembinaan budi pekerti anak sehingga menjadi budi pekerti yang mulia (akhlaq karimah). Proses tersebut tidak terlepas dari pembinaan kehidupan beragama peserta didik secara totalitas.
Keteladanan yang baik sangat penting dalam pembinaan akhlak. Dengan kecenderungan senang menirunya, anak mudah mereduplikasi apa saja yang dilihatnya, bukan hanya yang baik, melainkan juga yang jelek. Sehubungan dengan ini, pendidik harus memanfaatkan peluang, baik dengan penampilan pribadinya maupun dengan mengkondisikan lingkungan sekitar anak.
Bila anak sering melihat orang tuanya saling menolong dan bergaul dengan baik, maka anak dengan mudah berprilaku seperti itu pula. Ucapan yang sering didengar anak sangat mudah ditirunya. Setelah sering meniru, apa yang ditiru akan menjadi kebiasaan dalam kehidupan anak. Kebiasaan merupakan hal sulit ditinggalkan begitu saja.
Sebagai bukti tentang urgensi keteladanan dapat dilihat dalam kenyataan. Dalam kelompok anak yang sering berbicara kasar dan tidak sopan, sulit ditemukan anak yang lemah lembut dan sopan. Kondisi rumah tangga yang tidak harmonis dan selalu diwarnai oleh pertengkaran berpeluang besar untuk melahirkan anak yang kasar.
Bila orang tua mendambakan anaknya menjadi seorang yang dermawan, maka ia harus memperlihatkan perilaku suka memberi kepada anaknya. Ingat! Bila anak melihat orang tuanya mengusir pengemis, maka kelah ia akan seperti itu pula. Bahkan mungkin lebih kasar lagi. Oleh sebab itu,  orang tua perlu hati-hati dalam bertindak karena tindakannya yang diketahui oleh anak sangat besar pengaruhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar